Penayangan bulan lalu

Rabu, 26 Januari 2022

Agar Hidup Naik Kelas


Listrik ga bayar lampunya redup.Padahal pejabat mau bertamu.
Bersabar menghadapi ujian hidup.
Karena Allah akan mengangkat derajatmu.

Hidup kita dari mulai bangun tidur hingga terlelap lagi, kalau dicermati ternyata banyak ujian.
Ga percaya?
Coba dek cek, lalu riset satu hari aja. Mulai dari turun dari ranjang di pagi hari, hingga beranjak malam hendak naik ke tempat tidur kembali.

Semua ujian hidup pasti akan datang, selama kita masih diberikan umur yang panjang untuk berjuang dan mengisi hari dengan penuh sabar dan tawakal.
Jalani semuanya, dengan sabar dalam menghadapinya. Yakinlah, kalau semua ujian harus kita selesaikan agar kita terus naik kelas.
Tentunya ga mau kan, kalau kita hanya hidup gitu-gitu aja atau berada di kelas rendahan. Pengalaman kita tak langsung masuk SMP kalau tak punya ijazah SD. Untuk naik kelas dan memegang ijazah tersebut, tentu ada hal yang harus dilalui yakni harus melewati pelbagai test dan ujian yang harus diselesaikan.
Begitu halnya dalam kehidupan yang kita jalani sekarang ini. Rintangan, ujian dan aral yang menghadang tentunya akan datang bergantian. Hanya pemenanglah yang akhirnya akan jadi juara dan naik kelas, yang berhasil menghadapi semua itu. Bukan menjadi pecundang sehingga kalah karena enggan menghadapi semua ujian itu.Hadapilah semuanya, biar Allah yang akan menilai dan memberikan reward akan apa yang kita tunaikan.

Ujian ringan sangat gampang dituntaskan. Namun tak sedikit, manusia dihadapkan dengan ujian yang berat dan sangat berat.

Di tahun 2021 lalu, setidaknya saya mengalami tiga kali harus kehilangan orang-orang tercinta. Di awal januari 2021 saya harus menerima kenyataan pahit, dengan meninggalnya sang adik karena kecelakaan lalu lintas. Tiga bulan berselang, harus kehilangan kakak ipar dan di akhir bulan desember harus menerima kenyataan ibu mertua masuk rumah sakit dan akhirnya meninggal.
Hal ini menjadi cambuk buat saya dan berpikir, kalau suatu saat nanti tentunya saya juga yang akan berpulang. Sehingga kepergiannya menjadi sebuah kekuatan agar memperbaiki diri terutama dalam hal ukhrowi. 

Ketika kita bertekad untuk berhijrah menjadi pribadi yang lebih baik. Maka jangan heran kalau Allah memberinya satu paket, dengan diberinya ujian berat.

Hadapi semuanya, karena Allah sedang merencanakan yang lebih, agar kita tak di situ melulu. Allah inginkan derajatmu naik.

#KeepSabar 
Lihat Lebih Sedikit

Komenta

Sabtu, 26 Desember 2020

Syahdunya Subuh di Kampung Palutungan Kuningan

 



Perjalanan ke desa ini kudu ekstra hati-hati.

Dibarengi hujan dan gelapnya malam, membuat jalan begitu pekat, karena hanya 5-10 meter saja jarak pandang penuh kabut.

Kang Ade Kurniawan, Ceo KMO Indonesia, yang menjalankan mobil kala itu, sesekali bergumam menyebut Asma-Nya.

Gimana tidak?

Jalanan yang berkelok, landai, kabut tebal dibarengi hujan, sehingga kalau kurang konsentrasi alamat terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

 

 

Berrrr…… Dingin sekali…

Maklum saja Kawasan yang merupakan desa Cisantana, kecamatan Cigugur kabupaten Kuningan ini berada di 1100 DPL (Di atas Permukaan Laut).

Memasuki kawasan ini, kesejukannya begitu terasa. Hawa dingin dan airnya bagai air es ini membuat sebagian besar ber-22 rombongan kami tak berani mandi malam-malam. Padahal seharian sebelumnya kami baru saja melakukan meeting akhir tahun 2020.

 

 

Saya sendiri memberanikan membasuh badan ini sekitar jam 03.00.

Tinggal di Home Stay banyakan kaya gini,sudah dipastikan ngantri di kamar mandi. Itulah alasan mandi lebih pagi.

 

 

Nyesss…. air dingin serasa menusuk hingga ke tulang belulang.

Mungkin inilah sensasinya, sehingga bisa merasakan bagaimana dinginnya mandi di kampung teratas, yang merupakan kaki Gunung Ceremai.

 

 

Pemandangan menakjubkan bagi saya, ketika adzan Shubuh berkumandang.

Ah… bener-bener terasa tantangannya.

Langkah kaki ini harus rela, ditemani hawa dingin yang begitu menggigit kulit.

Sebuah masjid besar yang mungkin bisa menampung dua ribuan jamaah berdiri kokoh tak jauh dari tempat kami menginap.

 

 

Hati saya berpikir, “Gede amat ini masjid, padahal Cuma sekelas masjid kampung”.

Ternyata, pikiran saya dipatahkan dengan banyaknya masyarakat berbondong-bondong mendatangi rumah Allah ini. Bapak-bapak mengajak anak lelakinya,dan ada beberapa jamaah perempuan yang ikut shalat di belakang.

 

 

Saya kira, paling Cuma 10 atau 20 orang kalau sholat shubuh begini mah, apa lagi Palutungan kan kampung. Sehingga masyarakatnya tak sepadat kalau di kota.

Lagi-lagi obrolan dalam hati ini sirna ketika jama’ah mendekati iqomah malah berjumlah makin banyak.

Saya hitung satu shaf ada 60 orang, yang ikut sholat ada 3 shaf ditambah jamaah perempuan 1 shaf.

 

Luar biasa kebiasaan di kampung ini, tentu membuat saya bertanya-tanya dibawah kendali siapa sehingga ketaa’atan warganya begitu kuat dalam melaksanakan beragama.

Apakah karena ketokohan sang Kiyai atau seseorang yang pandai menggaet hati jamaah sehingga mau berbondong-bondong datang shalat berjama’ah.

Ini sholat shubuh, entahlah mungkin kalau maghrib akan lebih banyak lagi.

Kemegahan bangunan masjid sebanding dengan indahnya lantunan sang imam yang begitu lantang dan memikat hati. Mungkin karena hari jum’at atau memang tiap shubuh, warganya setelah berwirid lalu membaca QS Yasin berjamaah dengan lantunan yang tartil. Tak ada kesan terburu-buru dalam membacanya, tapi begitu menikmatinya.

Dari pengalaman ini, sepertinya saya tertantang ingin kembali lagi ke masjid ini. Insya Allah.

______

Oia, sebagai tambahan info bahwa dibalik keta'atan beragama di desa Cisantana ini, ada tempat wisata kaum Nasrani loh, yakni Goa Fatima Sawer Rahmat yang dibangun 38 tahun yang lalu.

 

 

Hal ini tak heran, karena kec Cigugur merupakan pusat penyebaran agama Kristen di Jawa Barat selain Kec. Cikembar di kabupaten Sukabumi.

#JalanJalanBersamaKmo

#MajulahTerusKmoIndonesia

Senin, 25 Maret 2019

Umrohkan Aku Ya Allah

umroh bareng ippho santosa
Bersama Ippho Santosa Motivator Indonesia


Betapa bahagianya hidup ini tatkala yang jadi idaman menjadi kenyataan. Aral dan rintangan berubah jadi kenangan indah setelah berhasil dilewati.
Bagi yang berhasil tentu akan merasa senang bukan? Namun bagi yang belum, janganlah berkecil hati karena Allah tak akan lupa untuk mencatat usaha kita.


Usaha dan doa bagaikan sebuah kata kembar yang sangat mudah diucapkan, namun banyak orang menyerah dalam melaksanakan.


Berdoa laksana mengayuh sepeda, lanjutkan terus kalau ingin sampai ke tujuan. Di saat roda sepeda berputar, dia akan mengalami jalanan yang aneka rupa. Lancar, terjal, bebatuan, licin, dan masih banyak ragam yang harus dilewati. Hanya satu keyakinan, yakni "JANGAN MENYERAH".
Jangan berhenti berdoa, karena "Berdoa adalah senjata orang mukmin".


Dalam tulisan kali ini, saya hanya ingin berbagi bagaimana dahsyatnya sebuah doa, yang bekerja menghampiri pengalaman hidup saya.

Di penghujung tahun 2011, saya menghadiri training "Financial Plane" yang dibawakan oleh pakar Financial Planer Syar'i yang cukup dikenal di kota Bandung yakni Agus Rijal. Di kalangan masyarakat barangkali kita lebih mengenal dengan Safir Senduk atau Ahmad Ghazali yang lebih dahulu berprofesi sebagai perencana keuangan. Namun yang menarik dari Agus Rizal ini, selalu mengupas tuntas bagaimana seseorang mengelola keuangan namun lebih nyunnah dengan bersandar Alqur'an dan hadits. Setiap Rabu pagi, rubrik "Perencanaan Keuangan Keluarga" menjadi acara Favorite saya, yang dibawakan beliau di radio inspiring MQ FM.


Ada yang menarik dari bahasan beliau, yakni perencanaan Haji dan Umroh. Sebagai muslim yang mendambakan ke tanah suci, sudah barang tentu hal ini akan menoreh kepenasaran. Bagaimana sih caranya, apakah mungkin saya yang berpenghasilan kecil dapat menunaikan ibadah spesial dalam Islam ini? Lebih lanjut di awal 2012, Agus Rijal menerbitkan buku yang judulnya cukup fenomenal, yakni "Berhaji Dengan 100 Ribu". Buku yang bikin penasaran bagi insan-insan yang rindu Baitullah.

kubah hijau rasulullah, umroh penuh berkah
Masjid Nabawi dengan Kubah Hijaunya

Inti dari buku tersebut adalah kedisiplinan kita dalam membelanjakan rutin keuangan sesuai syariah, yang menjembatani untuk menggapai harapan dalam berhaji, qurban dan umroh.


Mulailah tahun 2012 saya memberanikan diri membuka tabungan haji/Umroh. Bulan-bulan pertama saya sisihkan 100 ribu per bulan. Namun seiring berjalannya waktu saya menambah nominal menjadi 250 ribu. Dengan setoran bulanan seperti itu berarti tahun 2022 baru bisa order kursi untuk beribadah haji. Lama banget ya, harus 10 tahun menunggu. Itu baru untuk sendiri, belum lagi buat istri.



Rayuan cara cepat pun dijalani, seorang teman memperkenalkan investasi yang katanya Syar'i. "pokoknya yakin deh, ini investasi sesuai syariah dan jangan takut kena tipuan". Demikian kata-kata manis yang diucapkan teman tersebut.
Tak perlu saya sebutkan skema pembagian bagi hasilnya, yang jelas hanya dalam hitungan hari, saya menutup rekening haji dan uangnya dipindahkan ke investasi ini.
".... Lumayan banget pokoknya, saya bisa mensiasati tabungan berlipat dengan tak harus menunggu puluhan tahun..."
Investasi berjalan, dalam bulan pertama dan kedua, rekening bertambah 10% dari investasi tersebut. Baru di hitungan bulan ke-3, mulai gelisah karena uang tak kunjung di transfer. Barulah di bulan ke-4, kalau ternyata dia masuk penjara karena ketahuan melakukan aksi investasi bodong.


Astaghfirullah.....!
Serasa dipukul mundur untuk kembali ke belakang, karena tabungan haji habis dan tak ada harapan uang itu akan kembali.
Dengan sisa semangat yang ada, mulailah saya lebih introspeksi diri, membenahi jiwa dan belajar dari kesalahan. Satu hal yang tak pernah berhenti, yakni tetap berdoa setiap hari agar Allah memanggil saya ke baitullah.
Waktu terus berjalan.
Dalam sebuah penantian berharap akan panggilan Ilahi, usaha toko kelontong yang menjadi tumpuan hidup keluarga mengalami kebangkrutan sebangkrut-bangkrutnya. Pertengahan 2017, pemilik toko memutuskan agar saya tak memperpanjang kontrakannya. Tak ada pilihan lain kecuali pasrah, dan mengikuti kemauan sang empunya.


Solusi yang ada kala itu, yakni pindah kontrakan yang agak murah. Setelah  kontrakan dapat dan kami mulai berjuang serasa tahun 2007 ketika merintis usaha dagang ini. Walaupun suasana sangat berbeda, kalau di tahun 2007 kami masih punya tanggungan satu anak yang baru berumur 4 tahun, sementara saat ini memiliki amanah 3 anak dan membutuhkan biaya besar karena sudah sekolah.
Namun persaingan tak bisa dihindari. Tak jauh dari toko saya ada grosir yang sudah cukup punya branding dengan  harga murah. Omset pun hanya 10% dari toko sebelumnya. Ya... omset toko saya terjun bebas 90% dan hanya bertahan enam bulan, toko kami tutup dan uang tabungan tak sanggup lagi memenuhi biaya operasional.


Allah Tak Pernah Tidur

Kepanikan tak akan mengubah seseorang. Apa lagi putus asa akan keadaan, dengan menyalahkan Tuhan yang Maha Pengatur.
Dalam keadaan pada titik nadir sekalipun, ada Allah yang selalu sayang. Kecintaan-Nya hadir melalui kebangkrutan yang saya alami, agar kembali berlari kepada-Nya.
Mengharap, mengiba, memohon ampun dan meminta agar dibukakan jalan yang terbaik.
Pertengahan bulan September 2017, seseorang kenalan di medsos menelepon saya dan menawarkan kerjasama. Dia seorang penulis yang sedang merintis usaha  publishing. Kami memang akrab di FB, tapi secara pribadi belum banyak mengenal. Saya ditawari kerja dengan gaji yang minimalis (sesuai UMR). Tawaran tak langsung saya terima, butuh waktu untuk memutuskan hingga satu bulan. Shalat istikhoroh dilakukan untuk mencari jawaban akan tawaran yang diberikan ini.Setelah hati merasa mantap, barulah berani mengatakan YA.


Sebenarnya saya memiliki karakter yang mungkin tak bisa diubah, yakni tak cepat mengambil sebuah keputusan. Orang di sekeliling saya bilangnya, "Ah kang Tiesna mah suka banyak pertimbangan".
Sebenarnya alasannya sederhana, karena tak mau salah dalam memnentukan pilihan. Apalagi beberapa kali pernah mengalami ditipu orang, sehingga kehati-hatian menjadi tolok ukur. Alasan kebutuhan yang mendesaklah akhirnya saya terima tawaran teman ini, karena keluarga perlu diurus. Terlebih anak sulung yang sudah masuk SMP dan mondok di sebuah pesantren Sukabumi. Walaupun saya sadar dengan gaji yang ditawarkan tentunya tak akan menutup kebutuhan kami sekeluarga.


Keyakinan saya begitu besar, dan percaya kalau ini adalah sebuah jawaban dari apa yang jadi untaian doa. Ingatlah "Tuhan Tak Pernah Tidur".
Akhirnya saya terima tawaran ini. Walaupun sempat mengalami masa plin-plan, sehingga butuh waktu sebulan untuk menjawabnya. Mulailah hijrah ke Cirebon di awal Oktober 2017, dengan membawa asa bahwa esok akan lebih baik.


Maret 2018

Setengah tahun berlalu, yang awalnya profesi saya seorang pengusaha, kini berubah menjadi seorang karyawan salah satu publishing.
Hal ini tentu butuh edukasi diri, terutama mengenyampingkan ego yang tak mau diatur orang lain. Namun hari ini harus kerja sebagai seorang karyawan dengan gaji yang jauh dari mencukupi.
Alhamdulillah proses adaptasi tak terlalu lama, dan saya pun mampu menyelesaikan akan apa yang harus menjadi kewajiban. Bersyukur karena pimpinan di perusahaan ini memiliki bekal agama yang cukup baik. Sistem kerja dengan kultur islami tapi memegang teguh kedisiplinan. Hubungan  antar tim bagai keluarga kedua saya. Keyakinan terus bertambah kalau perusahaan ini akan terus berkembang pesat.


Di suatu pagi, medium maret 2018. Pimpinan perusahaan menyuruh saya memasuki ruangannya. Tanya yang berkecamuk dalam dada, memenuhi relung hati yang terdalam. Ada apa gerangan?
"Kang Tiesna, beberapa hari lalu saya pernah nyuruh bikin paspor. Sudah dilaksanakan belum?" Demikian kalimat awal yang terlontar dari mulutnya.
"Belum", jawab saya masih dihiasi tanya, dan siap mendengar akan apa yang akan diomongin selanjutnya.
"Kang Tiesna siap ya umroh?" Imbuhnya
"Hihihi... Mau sih umroh, tapi dari mana bayarnya?" Jawab saya, yang memang tak siap buat Umroh. "Boro-boro buat pergi ke tanah suci, untuk biaya satu anak sekolah aja masih jauh dari cukup". Sambung saya bicara jujur.
"Oke, kang Tiesna saya undang ke ruangan ini, mau ngasih tahu bahwa tahun depan kita umroh bareng. Nanti perusahaan akan membayar setengah dari cicilan ke travel selama 11 bulan" Pimpinan saya mulai serius.
"Baiklah saya kasih waktu dua hari ya, untuk bisa memutuskan. Silahkan berunding dulu dengan istri dan keluarga" Pungkasnya dalam pembicaraan pagi itu.

Bersama Tendi Murti Founder KMO Indoesia yang mengajak saya Umroh



Pembicaraan cukup serius bersama istri, karena dipotong gaji walau sejuta tiap bulan, benar-benar membutuhkan kelapangan hati.
Rasa ragu sangat, berkeliaran di otak ini. Maklum yang tahu perekonomian keluarga hanya saya dan istri. Mengayomi tiga anak dengan gaji pas-pasan bahkan kurang, tentunya membutuhkan pemikiran yang super matang.


"Pak, mamah ikhlas aja gaji dipotong tiap bulan, mungkin ini kesempatan Bapak untuk mewujudkan cita-cita untuk berumroh. Bismillah aja pak, Allah akan membantu kita". Kalimat indah ini terlontar dari sang istri, dia merelakan haknya dipotong yang tentunya akan menjadi perjuangan seorang ibu rumah tangga untuk memangkas anggaran rumah tangga. Sementara keuangan kami hanya mengandalkan upah hasil kerja, tak punya sampingan lain. Hanya sekali-kali ada yang mampir ke lapak jualan online, yang memang tak digeluti dengan serius karena keterbatasan waktu untuk bekerja.
Keikhlasan hati seorang istri inilah yang membuat saya lebih yakin.
Sesaat bergeming, tiada kata yang terucap. Istriku yang kala itu membelakangi, seolah dia tak berani mengungkapkan kalimat tersebut. Tembok yang membisu menjadi saksi titik-titik air yang menggenangi sudut matanya. Kulingkarkan kedua tangan ini, memeluk dari belakang dengan maksud menguatkan hatinya. Ungkapan terimakasih yang keluar dari mulut ini, hanya dibumbui senyum bercampur kegetiran.


Kebulatan hati setelah mendapat izin istri, selanjutnya saya minta doa restu kedua orang tua. Umi dan abah tangisnya pecah di ujung telpon sana. Ungkapan doa dan tasyakur yang beliau lontarkan masih terngiang hingga sekarang. Mereka benar-benar menjadi penyemangat setiap saat,walaupun anaknya ini sudah menjadi orang tua. Namun kasih sayangnya tak pernah pudar. Bahkan aku beranggapan kalau kabar baik ini adalah ratapan orang tua dalam bisikan doa-doanya. Semoga kelak kami bisa berkumpul terus di Jannah-Nya.


Perusahaan tempat kami bekerja bernama KMO Indonesia. Sebuah perusahaan yang berangkat dari sebuah komunitas menulis yang digagas oleh Tendi Murti. Produk yang dihasilkan perusahaan ini berupa kelas menulis dan buku inspritaif. Buku-buku yang dihasilkan memiliki ghirah agar pembaca bisa mendapat inspirasi dan pelajaran berharga dalam kehidupannya. Baik buka Fiksi atau non fiksi.

Sebagai bagian yang bekerja di perusahaan ini, tentu banyak pelajaran yang dapat diambil. Terutama buku-buku yang diterbitkan oleh kami, isinya banyak membuka wawasan saya dalam mengarungi kehidupan ini. Saat itu buku yang diterbitkan belumlah banyak, maklum namanya juga penerbit pendatang baru. "Diary Garputala" adalah buku terbaru kala itu, yang ditulis oleh Motivator Magnet Rezeki. Walaupun cita-cita saya untuk mengikuti "Camp Magnet Rezeki" belum kesampaian, namun buku ini dan yang sebelumnya yakni "Rahasia Magnet Rezeki" semakin mengasah keterampilan saya dalam mengelola kata dan cara pandang yang lebih baik.

Maret 2019 Berangkat Umroh

Bulan maret ini menjadi bulan yang penuh kesibukan, di tengah-tengah sibuknya pengiriman buku terbaru terbitan penerbit kami, saya juga masih mengurus hal ikhwal untuk keberangkatan Umroh. Dimulai bikin pasport, vaksin meningitis, rekam biometrik bahkan ngurusin baju seragam untuk keberangkatan. Sadar tak bisa ditangani sendiri akhirnya untuk urusan yang bisa diwakilkan saya wakilkan ke orang lain.


Tibalah saatnya jadwal keberangkatan 17 maret 2019, merupakan hari yang sangat bersejarah dalam hidup saya. Pertama kalinya saya memandang hamparan awan yang mengarak bagaikan kapas. Birunya laut dan gugusan pulau kini terlihat nyata, bukan sekedar bisa dilihat di televisi.
Subhanallah...
Kaki ini serasa dimanja Allah dengan menapaki kota Madinah. Sebuah kota yang didalamnya penuh keberkahan dan di kota inilah tempat baginda nabi bersemayam.
Kurang lebih jam 9 malam waktu Arabia, kami menapakai kota Nabi ini.
Kemegahan masjid Nabawi yang bila orang melakukan kebaikan maka setara pahalanya dengan 1000 x lipat dibanding dengan beribadah di luar masjid nabawi kecuali masjidil haram.Menara setinggi 105 meter yang selama ini hanya bisa saya di lihat di kalender, hari ini malah terlihat jelas di depan mata.
Berekesempatan hadir dalam kajian Alquran dengan peserta dari berbagai negara


Barokalloh... rasa haru teramat dalam melihat hilir mudiknya orang menyemut berharap ridho Allah. Sesaknya Raudhah untuk berdoa agar diijabah tak pernah sepi pengunjung. Lantunan adzan dan imam masjid yang merdu menjelma menjadi kenangan yang tak akan terlupakan. Ingin rasanya berlama-lama di sini, namun waktu jua yang memaksaku untuk keluar kota ini dan berangkat ke Makkah Al-Mukarromah.


Tujuan utama ke Makkah adalah untuk melaksanakan ibadah Umroh. Ketika mengambil Miqot di Masjid Abyar Ali, pakaian ihrom sudah membalut tubuh ini. Getaran bahagia dan haru menyelimuti sekujur jiwa raga. Subhanallah.....
"Ya Rabb... Terimakasih Engkau telah mengumrohkan diriku....."


Sejenak saya menghitung ulang, tentang biaya yang dikeluarkan untuk mencapai ke Baitullah ini. Seperti telah saya ungkapkan diatas, kalau saya sempat tertipu untuk mengikuti investasi bodong yang berakibat uang tabungan umroh/haji saya raib. Penyetoran ke investor bodong itu dua kali penyetoran. Pertama saya setor 8.000.000 dan yang ke-2 adalah 3.000.000 totalnya adalah 11.000.000,-. Entah kebetulan atau bukan, ternyata perusahaan tempat saya bekerja, mensubsidi setoran umroh  adalah sebesar 11.000.000. Wallahu'alam


Inilah sekelumit kisah perjalan saya dalam menggapai cita-cita untuk berumroh. Banyak halangan yang harus dijalani, kuncinya adalah sabar dan jangan letih untuk selalu berdo'a. Berkhusnudzon selalu kepada Allah, nikmati apa aja yang didapatkan di depan mata kita. Yakinlah bahwa yang ada di hadapan kita adalah anugerah terindah yang Allah berikan.


Jeddah, 25 Maret 2019

Senin, 06 Agustus 2018

Jadikan Membaca Sesuatu Yang Mengasyikkan

Dimanapun berada luangkan waktu sejenak
untuk membaca.Membaca apa saja yang ada di dekatmu. Membiasakan membawa buku kapan dan dimana pun, tak akan menjadi beban. Malahan dari aktivitas ini beribu manfaat dapat kita raih.Ketika nunggu jadwal kereta berangkat, menunggu teman datang kala janjian, maka aktivitas membaca ini bias mengobati rasa jenuh dalam penantian.



Bagi yang sudah dawam membaca Alquran, alangkah baiknya dilanjutkan dengan terjemahannya. Ada FEEL yang lain, ketika rangkaian ayat-ayat cinta sang Khaliq dicerna melalui tafsirnya. Membaca al-quran merupakan ibadah, huruf demi huruf akan diganjar Allah dengan pahala yang berlimpah. Tak terbayang kalau dilanjutkan dengan memahami isi kandungannya, tentu ganjaran yang didapat lebih berlimpah.Tak jarang para penulis mendapatkan ide segar setelah membaca kalimat demi kalimat dari terjemahan kitab suci ini.





Yang belum terbiasa, bisa jadi kegiatan membaca merupakan sesuatu yang membosankan. Tentu berbeda, kala berselancar di dunia medsos yang padahal cukup membuat kehilangan waktu. Tipuan jejaring sosial begitu menggoda, alih-alih hanya googling untuk mencari refernsi, akhirnya sedikit terbujuk rayu oleh sosialita. Scrolling sana-sini, coment yang ga jelas, sehingga waktu yang harus dimanfaatkan terbuang percuma.





Membaca bila dilakukan kontinyu, maka akan terasa mengasyikkan. Tipe orang dalam melakukan kegiatan ini sungguh berbeda-beda. Ada yang langsung mencari bab yang lebih menarik bagi dirinya, ada juga yang runut tiap bab harus dibaca.Saya termasuk orang kalau membaca tuh, harus full satu buku. Termasuk kata pengantar, apresiasi para tokoh, sekapur sirih dari penulis, prolog berikut epilognya. Pokoknya semua harus terbaca. Ga puas aja sih, ibarat main puzel terasa ga lengkap kalau dilewat begitu saja.







Kaya hari libur kemarin yang cukup panjang karena jum’at tanggal merah,maka cukup senggang waktu untuk berlibur menjadi tiga hari. Enaknya sih jalan-jalan bareng keluarga, namun kondisi yang mendukung karena tanggal tua jadi ngabisin waktu liburnya di rumah aja hehhe. Nah, karena banyak waktu ini, saya pilah buku yang belum usai dibaca. Pilihanpun jatuh ke buku best seller yang ditulis Oki Setiana Dewi "Sebentang Kearifan Dari Barat".

Luar biasa, begitu masuk halaman apresiasi banyak banget yang ngasih testimoni. 15 orang besar di negeri ini terpampang di buku tersebut. Sejenak otak berceloteh kalau buku saya harus lebih dari ini. Aamiin







Dalam buku SKDB ini, ada testimoni Prof Din Syamsudin, Asma Nadia, Dewi Sandra, Yusuf Mansyur, Anies Baswedan, Ustadz Abdul Somad, Felix Siauw, Bakat Setiaji Odoj dan masih banyak lagi. Mereka memberi kesaksian kalau buku tersebut recomended. Pasti bikin penasaran kan, kalau baca buku kaya gini.



Alhamdulillah target membaca buku setebal 272 halaman ini, bias selesai juga. Cukup lama sih buku setebal itu harus selesai dalam jangka waktu tiga hari. Maklum dah, membacanaya sampil ditemani kurcaci-kurcaci rumah yang bikin heboh. Bapaknya baca tengkurap, mereka sudah main kuda-kudaan di atas punggung. Ganti posisi lonjoran, paha dan perut jadi sasaran tinju-tinjuan. Maklum kalau hari biasa, sangat sedikit waktu bareng sama mereka.



Membaca agar cepat kelar itu, sebenarnya mudah loh asal tahu triknya. Jujur saja sampai hari ini saya penasaran banget soal teknik baca cepat. Iklan di FB yang wara-wiri tentang membaca cepat ini, sangat berharap diadakan di kota tempat tinggal saya yakni Cirebon. Mudah-mudahan mas Agus Setiawan pakar membaca cepat ini dapat membaca tulisan saya ini.





Untuk saat ini, saya mau berbagi Tips bagaimana agar membaca buku cepat kelar.

Pertama sekali camkan dalam hati, bahwa kita akan membaca hingga tuntas.

Membaca itu sesuatu Yang Mengasyikkan

Bikin target aja tergantung kemampuan. Apakah mau sehari, seminggu atau sebulan jika memang bukunya tebal kaya "Sirah Nabawi". Begitu pegang buku, totalitas aja bahwa kita lagi baca buku. Totalitas yang dimaksud, maksudnya mata, hati, perasaan, suasana, tangan dan segenap indra benar-benar mau baca.

Walaupun cuma 10 atau 15 menit, ketika nunggu abang Grab Food misalnya, kalau kita total niat baca bisa tuntas loh satu bab.

Untuk tips lainnya, nanti deh saya bikin tulisan khusus. Soal kegemaran membaca, saya teringat pengusaha asal Bandung Abu Syauqi. Beliau setiap harinya sengaja menyengajakan diri khusus membaca buku. Jadwalnya dari jam 5 sampai jam 6 pagi. Buku apa aja beliau baca, sehingga menjadi rutinitas. Begitupun Dewa Eka Prayoga, beberapa hari lalu di status fb-nya sampai menghabiskan dua buah buku dalam perjalanan kereta Bandung - Cirebon.





Rata-rata orang Indonesia indeks gemar baca bukunya masih terendah di banding Negara Asean lainnya. Tingkat Literasi masyarakat kita, menurut Study Central Connecticut State University yang berbasis di Amerika Serikat, kesukaan baca masyarakat Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara (www.thejakartapost.com 26 Agustus 2016).







Agar generasi penerus kita gemar membaca, langkah pertama yang kita ambil adalah kita dulu sebagai orang tua membiasakan diri membaca. Agar nambah wawasan, nambah pengetahuan dan menjadi orang tua yang pinter, jadi ga bingung bila anak bertanya. Membaca juga bisa mengubah masa depan dan menambah kecerdasan akal pikiran.



#IndonesiaMenulis



Minggu, 13 Mei 2018

AYAH ZAMAN NOW HARUS PENGERTIAN



Seorang gadis kecil sambil mengguling-gulingkan tubuhnya di lantai, meraung-raung ingin dibelikan mainan yang disukainya. Lalu karena iba, maka ibunya menuruti keinginan si buah hati. Ada juga seorang  ABG yang merengek mau dibelikan smartphone tercanggih, lalu sang ayah ngebela-belain membelikan gadget idamannya tersebut. Apakah itu yang dinamakan "pengertian"?

Semua orang akan berbeda pandangan dalam mengartikan kata “pengertian” ini. Tentu latar belakang, pendidikan, lingkungan atau gaya hidup yang dianut selama ini ikut andil mempengaruhi pola pikir seorang ayah. Itulah diawal tulisan ini beberapa pekan lalu, saya menekankan kalau ayah tak boleh berhenti upgrade kapasitas pengetahuan dengan terus menuntut ilmu.

Para Ayah sedang berkumpul dalam rangka Upgrade keilmuan

Kita pernah menjadi anak-anak, lalu remaja dan kemudian menikah. Semua membutuhkan proses, dan sepanjang rentang waktu yang cukup panjang itu lah, pastinya banyak kisah dan liku-liku kehidupan. Berbekal pengalaman tersebut, setidaknya kita dapat merasakan akan apa yang menjadi perasaan, keinginan, harapan, cita-cita, dan kebutuhan anak-anak. Mereka butuh dimengerti, bukan untuk diacuhkan sekemauannya.

Sewaktu muda, apakah semua keinginan yang kita utarakan ke ayah bunda harus dituruti? Bolehlah kalau zaman sudah berubah, sehingga banyak yang kita terima dari orang tua lalu diestapetkan ke putera-puteri kita pada ujungnya tak mau terima. Akan tetapi nilai-nilai luhur yang diajarkan orang tua dulu tentang kesederhanaan, perjuangan, pengorbanan, kesabaran dan seterusnya, harus kita tanamkan kembali ke buah hati kita. Mungkin caranya yang harus diubah menyesuaikan dengan kekinian.

Ketika di hadapan kita melihat sang anak melakukan kesalahan, tak perlu langsung menghardik untuk menghukuminya.  Tak serta merta ayah menginterogasi bagai polisi penyidik ke seorang tersangka. Belajarlah mengkralifikasi atau tabayyun akan sebuah kesalahan yang terjadi tersebut. Ingatlah mereka juga manusia yang tak luput dari sebuah kesalahan. Bisa jadi kesalahan yang dilakukan adalah akibat dari kesalahan kita sewaktu muda, atau justru kita yang salah mendidik mereka. Seseorang tak langsung menjadi ayah, tapi banyak proses yang dilalui yang salah satunya bahwa kita pernah muda. 
  
Ø  Ayah Pernah Mengalami Masa Muda

“Masa muda adalah masa yang paling indah”, demikian ungkapan yang sering kita dengar. Ada kesan dari pribahasa itu, bahwa waktu muda adalah saatnya mereguk kesenangan, kebebasan, dan serba enak lainnya. Fakta seperti ini tak dapat dipungkiri, karena masa lalu yang kemudian dikenang pastinya akan hadir menjelma menjadi sesuatu yang sangat indah. Saya merasakan sendiri, ketika hadir di acara reuni ke-30 tahun SMP. Seolah kembali ke masa-masa bercelana biru dongker, pertemuan hari itu dipenuhi tawa dan gembira. Padahal betulkah demikian? Apakah kala kami sewaktu belia itu tak memiliki rasa sedih, membutuhkan sesuatu yang tak kesampaian atau konflik dengan teman-teman? Pada kenyataannya suka dan duka, tangis dan bahagia, untung dan rugi selalu hadir sebanding dengan perjalanan waktu.

Orang tua yang pada prosesnya pernah mengalami muda, tentunya akan paham akan keadaan yang dibutuhkan anaknya. Bukan kebutuhan dalam materi belaka, tapi mereka juga butuh banyak pengetahuan, kasih sayang yang tulus, perlakuan sebagai orang dewasa, eksistensi dalam keluarga, spiritualitas beragama dan masih banyak hal yang membuat ayah harus pengertian. Seorang ayah yang baik,dia akan flash back ke belakang kalau masa lalunya sebagai bahan renungan untuk menjadikan anak-anaknya lebih baik dari dirinya.

Di kala masih kuat, tenaga dan pikiran, mungkin ayah banyak berleha-leha dalam menghadapinya, sehingga yang terjadi hari ini merasa menyesal.
 “Coba kalau dulu saya rajin latihan menghapal alquran,mungkin hari ini isi alquran sudah di luar kepala”.
“Nyesel saya kenapa dahulu tak mengikuti orang tua untuk masuk ke sekolah ini”.
“Seandainya dari dulu saya rajin menulis, pasti hari ini tinggal menikmati royalti dari hasil tulisan tersebut”.
 Itulah contoh penyesalan yang banyak kita temui di sekitar kita, atau mungkin anda sendiri yang mengalaminya. Dari pengalaman seperti itu, tentu ayah tak mau hal tersebut berulang ke ananda tercinta. Maka disinilah ayah tampil menjadi pembimbing atau penuntun jalan bagi anak agar tak mengalami yang dilewatinya. Jadikanlah masa muda menjadi pelajaran berharga agar anak-anak lebih berkwalitas.

Dari banyak kisah teladan para pemuda yang telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah,  cerita Muhammad Al-fatih yang membuat saya terkagum-kagum. Bagaimana tidak, seorang belia yang baru menginjak umur 21 tahun menjadi panglima perang dan menaklukkan kota Konstantinopel. Apakah ini sebuah kebetulan? TIDAK. Dibalik semua ini ada sosok yang menjadi teladan, guru, pembimbing, pembentuk karakter sehingga Muhammad Al-Fatih menjadi pribadi tangguh pemberani. Dialah Sultan Murad ayahnya sendiri.

Sultan Murad memiliki impian sejak mudanya agar bisa menaklukkan kota Konstantinopel pusat kekufuran kala itu. Sultan Murad sangat yakin dengan apa yang disampaikan Rasulullah Muhammad saw  800 tahun sebelumnya, kalau ibu kota Romawi Timur itu akan jatuh ke tangan orang islam. Maka beliau betul-betul mempersiapkan puteranya dengan sebaik-baik gemblengan. Sedari kecil beliau selalu membawa anaknya ke masjid untuk shalat shubuh berjamaah. Selepas shalat sambil menikmati udara pagi, Mehmed (Muhammad Al-Fatih) kecil diajaknya mengitari kampung, bercengkrama sambil menyampaikan keilmuan. Tangannya selalu erat memegang jemari mungil sang anak. Bukan bermaksud memanjakan, namun Sultan ingin menyatakan pada anaknya bahwa ayah selalu ada didekatnya. Ayah yang akan selalu menjaga, dan ayahlah tempat menyampaikan curahan hati anak-anaknya.

Harapan Sultan Murad muda yang belum kesampaian menjadi penakluk Kota Konstantinopel ,akhirnya ditularkan kepada puteranya melalui motivasi positif yang disampaikannya berulang kali. Diajaklah Mehmed ke menara tertinggi, lalu tangannya menunjuk langit yang dibawahnya ibu kota Romawi timur itu. “Nak, pandanglah ke arah sana. Di situ berdiri sebuah kota yang menjadi pusat kemungkaran. Janji baginda Nabi, kota itu akan jatuh ke tangan kaum muslimin. Si penakluk kota tersebut adalah seorang shaleh dan pemberani. Ayah berharap engkaulah yang dijanjikan dalam sabda Nabi yang agung itu”. Kalimat tersebut selalu diucapkan Sultan sehingga tertanam dalam diri Muhammad Al-Fatih, pribadi yang sholeh, percaya diri, selalu haus ilmu pengetahuan untuk mewujudkan cita-cita mulia itu. Ya, kalimat positif yang bermuatan penggugah ini lah yang dibutuhkan anak-anak kita. Bukan kalimat cacian ketika anak melakukan kesalahan, yang justru membuat anak merasa tak bisa, takut salah dan minder.

Masa muda adalah masa produktif, energik, kekuatan phisik yang prima dan semangat yang selalu menyala. Ibarat bunga mereka sedang mekar-mekarnya, sehingga akan membuat kupu-kupu untuk menghinggapi. Paras yang rupawan yang hanya dimiliki kaum muda, hanya sekali saja karena setelah itu mereka akan tua. Godaanpun lumayan banyaknya, bahkan syaithan sangat menyenangi untuk meniupkan angin maksiat kepada mereka. Hanya kekuatan iman yang kuat, mereka bisa melewati  semua godaan yang mampir ke dirinya. Iman yang kuat itu bagaikan pondasi yang harus dimiliki semua orang, agar derajat taqwa yang diharapkan Robb-Nya tergapai hingga berkumpul dengan saudara-saudara seiman di Jannah-Nya kelak. Semua itu tergantung siapa yang mendidiknya, dalam hal ini orang tuanya. Seperti yang dilansir di bagian awal tulisan ini bahwa manusia terlahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang membuat dia Yahudi, Nasrani atau Majusi.

Godaan yang didapatkan seorang ayah sewaktu muda, bisa menjadi tolok ukur dalam menggembleng anak-anak selaku kaderisasi sebuah keluarga, bangsa yang terhormat dan umat mulia dan pemimpin di masa depan. Apa yang dialami sewaktu muda ayah tularkan tentu setelah dimodifikasi dengan keadaan kekinian. Segala yang menjadi cita-cita sewaktu muda dan belum terlaksana, bisa disalurkan ke anak-anaknya. Bantu mereka mengenal dirinya sendiri, siapa dia, apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Sehingga mengetahui tujuan hidupnya. Ingat ! Hanya membatu bukan mebdikte harus begini dan begitu.

Ø  Tidak Otoriter

“Anak gadis itu mengeja hurup demi hurup hijaiyah, dibarengi jantung yang berdebar dan hati yang penuh rasa risau. Sekali-kali matanya melirik ke sebuah pisau belati yang menyelip di ikat pinggang sang guru ngajinya yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Tak jarang raga mungilnya dipenuhi keringat dingin, tatkala bentakkan yang keluar di mulut lelaki di depannya bila si gadis melakukan kesalahan”.  Itulah sekelumit kisah yan dialami Irsyad Mandji  seorang jurnalis Kanada, seorang Islam liberal, pendukung LGBT dan memilih menikah dengan sejenis. Masa kecil yang dialami begitu tragis, hidup dalam nuansa yang kurang bagus karena kebengisan seorang ayah. Dia lahir di Uganda yang kemudian pindah ke Kanada karena peraturan Presiden Uganda Idi Amien kala itu yang melarang non kulit hitam tinggal di negaranya. Irsyad Mandji dan keluarganya yang merupakan keturunan India dan Mesir akhirnya memilih menetap di Kanada, Amerika Serikat. Di tempat barunya yang notabene sekolah sekuler, dan latar belakang keluarga yang tak nyaman membuat dirinya menjadi yang kita kenal sekarang ini.  Tulisannya sangat membahayakan karena paham kebebasan yang melekat di dalam dirinya.

Dari cerita di atas, saya tak menyoalkan pemikiran yang Irsyad Mandji miliki. Tapi tengoklah sikap ayah terhadap dirinya. Sikap otoriter, garang, tak bersahabat seorang ayah ternyata membuat anak mencari kebebasan yang selama ini mengungkung dirinya. Ayah yang menjadi sosok lelaki pertama yang dia kenal dalam hidupnya, ternyata tak mampu membuat nyaman dalam kehidupannya. Dia mencari kebebasan dan menganggap sosok lelaki tak akan memberi rasa sayang sehingga akhirnya memilih hidup sebagai lesbian. Audzubillahi min dzalik

Ø  Menjadi Pendengar Yang Baik

Banyak kejadian kalau anak-anak lebih memilih mengeluarkan curahan hatinya ke orang yang bukan orang tuanya. Mereka lebih nyaman kalau curhat ke gurunya, teman bermainnya, rekan kerjanya atau siapa saja yang dirasa nyaman untuk mengeluarkan segala problematika yang dialaminya. Ayah baginya bagai sesosok asing, atau orang yang angker untuk dijauhi. Kejadian seperti ini merupakan sebuah malapetaka bagi kehidupannya di masa mendatang. Beruntung kalau mereka mau berbagi rasa walaupun bukan ke orang tuanya. Faktanya banyak pula anak-anak tak mampu mengekspresikan kepada siapapun tentang keluhan yang sedang dihadapinya.

Saya teringat seorang teman SMA. Ibunya seorangPNS (guru SD) sedangkan bapaknya seorang pengusaha ikan air tawar dan memiliki kemampuan mendesain rumah. Kalau dilihat dari perekonomian lumayan berkecukupan untuk ukuran di kampung tahun 90-an. Apa lagi ditunjang dengan ibunya seorang pendidik, sehingga dipastikan teman ini mempunyai kultur yang baik di rumahnya. Namun kenyataannya ketika menginjak naik kelas tiga, dia sudah jarang masuk sekolah, dan akhirnya keluar. Saya bertanya permasalahan apa yang terjadi sehingga putus sekolah. Apakah karena lingkungan sekolah yang tak enak, ada guru yang tak disenangi atau ada konflik dengan teman. Diapun bertutur, "Saya paham sekolah itu penting dan dibutuhkan bagi setiap orang. Tapi apalah artinya kalau saya sendiri tak melihat ayah merasa bangga terhadap anaknya. Wajah perang ayah yang selalu tergambar dalam hari-harinya. Tak pernah menanyakan prestasi sekolah atau mau mendengarkan keluhan anak”.

Rasa dendam terhadap ayahnya sampai memuncak hingga berencana ingin meracuninya. Tentu hal ini membuat saya kaget tak kepalang. Sebagai teman tentu tak mau hal ini terjadi, saya yang waktu itu masih umur belasan terus mengingatkan bahwa semua itu tak boleh dilakukan. Alhamdulillah kejadian horor ini tak terlaksana, bahkan ketika saya berkunjung ke rumahnya dua tahun yang lalu, dia nampaknya  begitu care terhadap putera-puterinya. Mungkin masa kelam yang dialaminya, dijadikannya pelajaran bagaimana harusnya bersikap menjadi ayah. Perlakuan yang diterimanya tak boleh terjadi untuk kehidupan anak-anaknya.

Menjadi pendengar yang baik, mendengarkan kemauan dan keluh kesah anak harus ayah lakukan bagi setiap jenjang ananda. Ayah jangan segan menina bobokan anak ketika bayi, atau menangkap tangisan yang selalu terjadi ketika masih belia. Menyambut anak dengan senyum sumringah ketika dia pulang sekolah, menanyakan aktivitas yang dilakukan di sekolahnya. Begitupun ketika dia remaja, ayah tampil bak sahabat yang selalu siap menampung segala curahan hatinya. Jangan menjadi ayah yang sok sibuk, sehingga tak banyak waktu demi buah hatinya. Pekerjaan yang selalu menyita waktu, gadget yang seakan menjadi teman setia setiap geraknya, sementara anak yang membutuhkan perhatian terlupakan.


               Dalam sebuah kajian halaqoh pekanan yang saya ikuti, pernah suatu ketika kala ustadz kami menyampaikan materi, tiba-tiba anak bungsunya menghampiri dan menunjukkan selembar kertas yang isinya sebuah gambar yang dibuatnya. Ustadz langsung berhenti menyampaikan kajiannya padahal kami sedang serius karena beliau sedang mengisahkan Sirroh Nabawiyah dan didalamnya sedang menceritakan kisah seorang sahabat nabi. Apa yang dilakukan ustadz? Dia spontan memasang wajah penuh kekaguman. “wah... wah...wah... luar biasa gambarnya, abi senang Khalid bisa gambar sebagus ini. Dibolak-baliknya gambar itu seraya senyuman hangat tiada henti. Bukan sampai disitu saja, diapun menunjukkan ke kami seolah sedang membangun kepercayaan diri seorang anak. “Nih Om... gambar Khalid bagus kan?”  Kejadian seperti ini mungkin hanya beberapa saat, dan tak akan merebut waktu para ayah. Tapi bagi mereka hal ini begitu berharga. Keberadaannya merasa  dispesialkan, sehingga tumbuh benih percaya diri yang baik.