Team Act di Somalia |
Idul Adha sudah nampak di depan mata. Tak terasa kepergiannya setahun lalu, kini
hadir kembali. Pangkalan hewan qurban, memenuhi titik-titik yang biasa
digunakan lahan berdagang di kota Bandung. Mereka yang datang mendayung rezeqi
di Kota Kembang ini, berasal dari
sentra pemberdayaan hewan di luar Bandung. Hal ini sangat menarik bagi warga
sehingga selain didatangi calon muqorib, banyak pula para orang tua yang
sengaja datang membawa anak-anak mereka untuk memperkenalkan hewan qurban ini.
Hari raya qurban ternyata telah membuat berkah tersendiri
bagi pedagang dan warga yang terbiasa menyambi rezeqi dari transaksi hewan
qurban ini. Yang biasa jadi calo atau makelar sudah wara-wiri di
sekitar lokasi penjualan, bahkan di era digital seperti sekarang penawaran
online pun sangat gampang kita temui. Bukan saja yang memiliki skil marketing,
orang biasapun yang tak faham akan jual beli, banyak yang merasa tertolong
karena bisa dijadikan lahan nafkah musiman setiap tahun. Ada yang menjadi
tukang nyabit rumput, tukang jaga kambing bahkan menjadi lahan penghasilan bagi
tukang nasi keliling.
Luar biasa, sebuah aktivitas yang disyariatkan
ini, telah betul-betul membawa berkah tersendiri bagi semua kalangan. Seingat
penulis, telah 9 kali melaksanakan idul adha di ibu kota Jawa Barat ini, dan
selama itu belum pernah mendengar masyarakat yang penulis temui, tidak mendapat
bagian daging qurban. Bahkan yang mereka dapatkan cenderung berlebih, sehingga
bukan saja sekedar mendapat bagian untuk hari itu saja, namun sampai
berhari-hari mereka masih memiliki stok daging qurban. Hal ini membuktikan,
bahwa minat masyarakat berqurban cukup tinggi.
Padahal di daerah lain ternyata masih banyak yang merayakan
hari raya Idul Adha ini, cukup dengan rangkaian sholat sunat id,
bersalam-salaman dan kembali berkumpul bersama keluarganya. Mereka selalu
berharap ada sebungkus daging qurban bisa menghampiri yang kemudian dapat menyantapnya
hari itu. Bahkan di televisi sudah sering kita melihat, orang rela datang
jauh-jauh ke kota hanya sekedar ngantri mendapat jatah daging qurban,karena di
kampungnya tak ada yang berqurban. Walaupun alasannya memang variatif, ada yang
memang kampung mereka adalah kampung miskin dan tertinggal, namun ada juga para
Aghnia
di wilayah mereka belum menyadari keutamaan berbagi dalam berqurban.
Ada
sisi lain yang penulis temui, ternyata yang mengharap ada ketukan pintu sang
pembagi daging qurban, bukan semata kaum dhuafa. Yang kategori finansialnya
cukup pun, mereka selalu menanti kedatangan para pembagi daging tersebut.
Padahal kalau berkaca pada QS. Alhajj : 28, “maka makanlah sebagian
daripadanya dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir”. Maka jelaslah sebenarnya yang paling berhak
menerima bagian daging qurban ini adalah mereka yang sangat membutuhkan.
Barangkali atas dasar inilah, sekarang
banyak bermunculan lembaga-lembaga kemanusiaan yang lebih fokus dalam
pendistribusian daging qurban ini, sehingga tak tertumpu pada satu titik
wilayah yang sebenarnya berlebih. Kita bisa lihat bagaimana kiprah PKPU,
LAZISMU, RUMAH ZAKAT, ACT dan lembaga lainnya yang terus konsen dalam
distribusi daging hewan qurban sehingga lebih bermanfaat dan berdaya guna
lebih. Ada nilai plus ketika daging hewan qurban ini sampai ke daerah yang
rawan aqidah, karena sekarang banyak sekali pemurtadan yag dilakukan para
misionaris yang merongrong kaum muslimin di Indonesia. Ada juga lembaga
kemanusiaan yang cukup kita acungin jempol karena sampai ke Plaestina dan Somalia yang
merupakan negeri mukminin yang rawan konflik. Begitupun ada sekumpulan aktivis
dakwah di Surabaya yang membagikan daging qurban ke masyarakat yang tinggal di
Eks Prostitusi Dolly . Senyum merekah
yang tersungging warga Dolly sangat
menyentuh. Ternyata mereka yang selama ini termarginalkan, tapi dengan
kehadiran aktivis ini, mereka bersyukur karena katanya selama ini belum pernah
ada yang membagikan daging Qurban ke wilayahnya.
Selain kasus
diatas, ada pula masyarakat yang jarang bahkan
hampir tidak pernah mendapatkan jatah daging kurban, lantaran tempat yang sulit
dijangkau, minimnya persediaan untuk membeli hewan ternak dan tidak adanya
hewan ternak di daerah mereka. Padahal momen Idul Adha sangat mereka dambakan
karena Idul Adha merupakan kesempatan
terbaik dalam menikmati lezatnya santapan daging, yang hanya dapat mereka rasakan setahun sekali atau
bahkan lebih. Dapat menyantap lezatnya daging bagi mereka adalah sebuah mimpi
lantaran harga daging yang terlampau tinggi ditambah dengan jauhnya tempat
tinggal dari pusat kota.
Untuk mewujudkan mimpi mereka, sepertinya sudah
menjadi fardhu ain bagi para muqorib
untuk lebih menitik beratkan pembagian ke daerah-daerah yang sangat urgent dan
membutuhkan. Agar kebahagiaan itu terpancar dari raut wajah perindu daging
qurban. Sehingga tak salah kalau dari sekarang sudah dimasukkan kedalam agenda
perencanaan distribusi daging.(Tiesna)