Setiap bulan yang ada di penanggalan Nasional ataupun
internasional, selalu memiliki ruh untuk bulan yang bersangkutan. Sebagai
contoh di bulan april, bangsa Indonesia selalu mengingat akan sosok Pahlawan
wanita R.A. Kartini. Untuk bulan
Agustus, sudah tak diragukan lagi kalau hari kemerdekaan akan dirayakan oleh
seluruh rakyat Indonesia. Dan untuk bulan oktober ini, maka kita akan
diingatkan akan peristiwa sejarah yang syarat patriotisme, yakni “Sumpah Pemuda”.
Mendengar kata Sumpah,
tentu asosiasi kita akan membayangkan bagaimana sebuah peristiwa itu
benar-benar sakral, penting dan bukan senda gurau. Terlebih peristiwa ini
diikrarkan oleh banyak pemuda-pemudi yang merupakan wakil dari daerah – daerah
yang ada di Nusantara. Mereka berikrar
bersama demi mewujudkan INDONESIA MERDEKA yang selalu menjadi idaman. Sumpah
pemuda ini sebagai bukti kristalisasi harapan yang adi luhung para pemuda
Indonesia untuk memiliki “Tanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu
yakni Indonesia”.
Peristiwa ini merupakan sebuah tonggak sejarah dalam
pergerakan kemerdekaan Indonesia selanjutnya. Gairah yang terpelihara menjadi
landasan utama mereka agar selalu berjuang demi kemerdekaan Indonesia yang
sudah berabad-abad lamanya di kuasai penjajah. Sebagai generasi selanjutnya
sudah barang tentu kita harus senantiasa menjadikan Sumpah Pemuda ini sebagai
sebuah momen yang selalu menjadi pemicu untuk terus berprestasi dan melanjutkan
cita-cita para pemuda masa lalu. Dan tidak menjadikan peristiwa sejarah 28
oktober ini hanya sebagai
perayaan-perayaan biasa, yang maknanya Cuma sekedar peringatan hari
lahir.
Kata pemuda dari
waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Atau paling tidak, pengertian kata
tersebut bergeser dan mengalami perubahan makna. Di era orde baru misalnya,
kata pemuda tiba-tiba berkonotasi dengan
kata “Remaja”. Maka bermunculan
organisasi yang menggunakan kata remaja. Sepertinya
sama antara arti pemuda dan remaja,tapi menurut pakar psikolog Kenneth Kenniston, bahwa ada perbedaan
antara arti pemuda dan remaja. Kalau
remaja adalah usaha untuk mendefinisikan dirinya, sedangkan pemuda adalah
adanya perjuangan antara membangun pribadi dan untuk lingkungan sosial. Disini
kita bisa meihat ternyata, pengistilahan Pemuda maknanya lebih aktif yang
memiliki daya juang. Sementara itu, psikolog yang lain ada juga yang
mengklasifikasikan dengan urutan usia. Kalau remaja biasanya dibatasi dari masa
aqil baligh sampai usia 20-an, sedangkan Pemuda bisa mencapai usia 35 tahun. Makanya
seseorang yang sudah menikahpun, biasanya masih tergolong Pemuda sepanjang dia
selalu memiliki gairah dalam kepemudaan.
Yang lebih menggelitik lagi, mulai era 90-an muncul istilah
ABG alias Anak Baru Gede. Dan yang ini pengertiannya lebih ke fase pencarian
diri yang lepas dari masa anak-anak menuju dewasa. Sebenarnya dalam pengertian
sama saja dengan istilah Remaja. Hanya
saja, kesan terhadap kata ini selalu dikaitkan dengan urusan kesenangan,
berkaitan dengan ketertarikan akan lawan jenis dan setumpuk kesan kebebasan
seorang remaja. Dan makin kesini, di era
sekarang, muncul kembali istilah ALAY. Kata
yang terakhir ini, kesan yang terkandung didalamnya sangat memprihatinkan
sebagai eksistensi seorang Pemuda yang harusnya memiliki semangat dan gairah. Awalnya
istilah alay ini merupakan singkatan dari anak layangan atau anak lebay bahkan
ada yang mendefinisikan sebagai anak yang kelayapan. Yang pasti sebutan alay
ini, memiliki arti sebagai sosok kaum
muda yang memiliki sebuah prilaku yang norak, kampungan, maunya gaya-gayaan,
seneng selfi yang over ancting dan sama sekali sangat kontradikif bila
disandingkan dengan istilah Pemuda, apalagi sebagai pemuda yang berikrar 88
tahun yang lalu.
Munculnya istilah kekinian tersebut, tak lepas dari unsur
menjamurnya alat komunikasi dan gadget yang mau tidak mau pemuda masa kini
harus bergaul dengan barang yang satu ini.
Orang tua yang bijak, sudah semestinya mengikuti atau setidaknya
mengetahui akan istilah tersebut untuk memudahkan komunikasi antara orang tua dan
anak.
Tugas pemuda masa kini dan masa lalu sebenarnya sama saja,
yaitu menjadi pionir dan pilar bangsa
agar eksistensi bangsa tetap
kokoh berdiri di mata dunia. Bangsa ini
terus bergerak dan berubah dalam semua sendi kehidupan termasuk dalam persatuan
global. Kemajuan dan persaingan semakin tinggi menjadikan suatu tantangan
pemuda untuk terus menggali potensi dan skill dalam mengimbangi kompetisi
dalam percaturan dunia. Hal ini menjadi vital, Karena semangat para
pejuang muda yang lahir akan terus dibutuhkan sepanjang sejarah agar lahir
generasi muda yang tangguh dan berani.
Maka tak heran, kalau Presiden pertama Republik ini, Sukarno berujar, “Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang
Dunia”.
Sebagai harapan bangsa, pemuda Indonesia memiliki kewajban
untuk memupuk dan terus menanamkan aplikasi dari sumpah pemuda yang didengungkan para pemuda masa
lalu. Karena Sumpah Pemuda Bukan Sumpah Alay. (tiesna)