|
Bersama Ippho Santosa Motivator Indonesia |
Betapa bahagianya hidup ini tatkala yang jadi idaman menjadi kenyataan. Aral dan rintangan berubah jadi kenangan indah setelah berhasil dilewati.
Bagi yang berhasil tentu akan merasa senang bukan? Namun bagi yang belum, janganlah berkecil hati karena Allah tak akan lupa untuk mencatat usaha kita.
Usaha dan doa bagaikan sebuah kata kembar yang sangat mudah diucapkan, namun banyak orang menyerah dalam melaksanakan.
Berdoa laksana mengayuh sepeda, lanjutkan terus kalau ingin sampai ke tujuan. Di saat roda sepeda berputar, dia akan mengalami jalanan yang aneka rupa. Lancar, terjal, bebatuan, licin, dan masih banyak ragam yang harus dilewati. Hanya satu keyakinan, yakni "JANGAN MENYERAH".
Jangan berhenti berdoa, karena "Berdoa adalah senjata orang mukmin".
Dalam tulisan kali ini, saya hanya ingin berbagi bagaimana dahsyatnya sebuah doa, yang bekerja menghampiri pengalaman hidup saya.
Di penghujung tahun 2011, saya menghadiri training "Financial Plane" yang dibawakan oleh pakar Financial Planer Syar'i yang cukup dikenal di kota Bandung yakni Agus Rijal. Di kalangan masyarakat barangkali kita lebih mengenal dengan Safir Senduk atau Ahmad Ghazali yang lebih dahulu berprofesi sebagai perencana keuangan. Namun yang menarik dari Agus Rizal ini, selalu mengupas tuntas bagaimana seseorang mengelola keuangan namun lebih nyunnah dengan bersandar Alqur'an dan hadits. Setiap Rabu pagi, rubrik "Perencanaan Keuangan Keluarga" menjadi acara Favorite saya, yang dibawakan beliau di radio inspiring MQ FM.
Ada yang menarik dari bahasan beliau, yakni perencanaan Haji dan Umroh. Sebagai muslim yang mendambakan ke tanah suci, sudah barang tentu hal ini akan menoreh kepenasaran. Bagaimana sih caranya, apakah mungkin saya yang berpenghasilan kecil dapat menunaikan ibadah spesial dalam Islam ini? Lebih lanjut di awal 2012, Agus Rijal menerbitkan buku yang judulnya cukup fenomenal, yakni "
Berhaji Dengan 100 Ribu". Buku yang bikin penasaran bagi insan-insan yang rindu Baitullah.
|
Masjid Nabawi dengan Kubah Hijaunya |
Inti dari buku tersebut adalah kedisiplinan kita dalam membelanjakan rutin keuangan sesuai syariah, yang menjembatani untuk menggapai harapan dalam berhaji, qurban dan umroh.
Mulailah tahun 2012 saya memberanikan diri membuka tabungan haji/Umroh. Bulan-bulan pertama saya sisihkan 100 ribu per bulan. Namun seiring berjalannya waktu saya menambah nominal menjadi 250 ribu. Dengan setoran bulanan seperti itu berarti tahun 2022 baru bisa order kursi untuk beribadah haji. Lama banget ya, harus 10 tahun menunggu. Itu baru untuk sendiri, belum lagi buat istri.
Rayuan cara cepat pun dijalani, seorang teman memperkenalkan investasi yang katanya Syar'i. "pokoknya yakin deh, ini investasi sesuai syariah dan jangan takut kena tipuan". Demikian kata-kata manis yang diucapkan teman tersebut.
Tak perlu saya sebutkan skema pembagian bagi hasilnya, yang jelas hanya dalam hitungan hari, saya menutup rekening haji dan uangnya dipindahkan ke investasi ini.
".... Lumayan banget pokoknya, saya bisa mensiasati tabungan berlipat dengan tak harus menunggu puluhan tahun..."
Investasi berjalan, dalam bulan pertama dan kedua, rekening bertambah 10% dari investasi tersebut. Baru di hitungan bulan ke-3, mulai gelisah karena uang tak kunjung di transfer. Barulah di bulan ke-4, kalau ternyata dia masuk penjara karena ketahuan melakukan aksi investasi bodong.
Astaghfirullah.....!
Serasa dipukul mundur untuk kembali ke belakang, karena tabungan haji habis dan tak ada harapan uang itu akan kembali.
Dengan sisa semangat yang ada, mulailah saya lebih introspeksi diri, membenahi jiwa dan belajar dari kesalahan. Satu hal yang tak pernah berhenti, yakni tetap berdoa setiap hari agar Allah memanggil saya ke baitullah.
Waktu terus berjalan.
Dalam sebuah penantian berharap akan panggilan Ilahi, usaha toko kelontong yang menjadi tumpuan hidup keluarga mengalami kebangkrutan sebangkrut-bangkrutnya. Pertengahan 2017, pemilik toko memutuskan agar saya tak memperpanjang kontrakannya. Tak ada pilihan lain kecuali pasrah, dan mengikuti kemauan sang empunya.
Solusi yang ada kala itu, yakni pindah kontrakan yang agak murah. Setelah kontrakan dapat dan kami mulai berjuang serasa tahun 2007 ketika merintis usaha dagang ini. Walaupun suasana sangat berbeda, kalau di tahun 2007 kami masih punya tanggungan satu anak yang baru berumur 4 tahun, sementara saat ini memiliki amanah 3 anak dan membutuhkan biaya besar karena sudah sekolah.
Namun persaingan tak bisa dihindari. Tak jauh dari toko saya ada grosir yang sudah cukup punya branding dengan harga murah. Omset pun hanya 10% dari toko sebelumnya. Ya... omset toko saya terjun bebas 90% dan hanya bertahan enam bulan, toko kami tutup dan uang tabungan tak sanggup lagi memenuhi biaya operasional.
Allah Tak Pernah Tidur
Kepanikan tak akan mengubah seseorang. Apa lagi putus asa akan keadaan, dengan menyalahkan Tuhan yang Maha Pengatur.
Dalam keadaan pada titik nadir sekalipun, ada Allah yang selalu sayang. Kecintaan-Nya hadir melalui kebangkrutan yang saya alami, agar kembali berlari kepada-Nya.
Mengharap, mengiba, memohon ampun dan meminta agar dibukakan jalan yang terbaik.
Pertengahan bulan September 2017, seseorang kenalan di medsos menelepon saya dan menawarkan kerjasama. Dia seorang penulis yang sedang merintis usaha publishing. Kami memang akrab di FB, tapi secara pribadi belum banyak mengenal. Saya ditawari kerja dengan gaji yang minimalis (sesuai UMR). Tawaran tak langsung saya terima, butuh waktu untuk memutuskan hingga satu bulan. Shalat istikhoroh dilakukan untuk mencari jawaban akan tawaran yang diberikan ini.Setelah hati merasa mantap, barulah berani mengatakan YA.
Sebenarnya saya memiliki karakter yang mungkin tak bisa diubah, yakni tak cepat mengambil sebuah keputusan. Orang di sekeliling saya bilangnya, "Ah kang Tiesna mah suka banyak pertimbangan".
Sebenarnya alasannya sederhana, karena tak mau salah dalam memnentukan pilihan. Apalagi beberapa kali pernah mengalami ditipu orang, sehingga kehati-hatian menjadi tolok ukur. Alasan kebutuhan yang mendesaklah akhirnya saya terima tawaran teman ini, karena keluarga perlu diurus. Terlebih anak sulung yang sudah masuk SMP dan mondok di sebuah pesantren Sukabumi. Walaupun saya sadar dengan gaji yang ditawarkan tentunya tak akan menutup kebutuhan kami sekeluarga.
Keyakinan saya begitu besar, dan percaya kalau ini adalah sebuah jawaban dari apa yang jadi untaian doa. Ingatlah "Tuhan Tak Pernah Tidur".
Akhirnya saya terima tawaran ini. Walaupun sempat mengalami masa plin-plan, sehingga butuh waktu sebulan untuk menjawabnya. Mulailah hijrah ke Cirebon di awal Oktober 2017, dengan membawa asa bahwa esok akan lebih baik.
Maret 2018
Setengah tahun berlalu, yang awalnya profesi saya seorang pengusaha, kini berubah menjadi seorang karyawan salah satu publishing.
Hal ini tentu butuh edukasi diri, terutama mengenyampingkan ego yang tak mau diatur orang lain. Namun hari ini harus kerja sebagai seorang karyawan dengan gaji yang jauh dari mencukupi.
Alhamdulillah proses adaptasi tak terlalu lama, dan saya pun mampu menyelesaikan akan apa yang harus menjadi kewajiban. Bersyukur karena pimpinan di perusahaan ini memiliki bekal agama yang cukup baik. Sistem kerja dengan kultur islami tapi memegang teguh kedisiplinan. Hubungan antar tim bagai keluarga kedua saya. Keyakinan terus bertambah kalau perusahaan ini akan terus berkembang pesat.
Di suatu pagi, medium maret 2018. Pimpinan perusahaan menyuruh saya memasuki ruangannya. Tanya yang berkecamuk dalam dada, memenuhi relung hati yang terdalam. Ada apa gerangan?
"Kang Tiesna, beberapa hari lalu saya pernah nyuruh bikin paspor. Sudah dilaksanakan belum?" Demikian kalimat awal yang terlontar dari mulutnya.
"Belum", jawab saya masih dihiasi tanya, dan siap mendengar akan apa yang akan diomongin selanjutnya.
"Kang Tiesna siap ya umroh?" Imbuhnya
"Hihihi... Mau sih umroh, tapi dari mana bayarnya?" Jawab saya, yang memang tak siap buat Umroh. "Boro-boro buat pergi ke tanah suci, untuk biaya satu anak sekolah aja masih jauh dari cukup". Sambung saya bicara jujur.
"Oke, kang Tiesna saya undang ke ruangan ini, mau ngasih tahu bahwa tahun depan kita umroh bareng. Nanti perusahaan akan membayar setengah dari cicilan ke travel selama 11 bulan" Pimpinan saya mulai serius.
"Baiklah saya kasih waktu dua hari ya, untuk bisa memutuskan. Silahkan berunding dulu dengan istri dan keluarga" Pungkasnya dalam pembicaraan pagi itu.
|
Bersama Tendi Murti Founder KMO Indoesia yang mengajak saya Umroh |
Pembicaraan cukup serius bersama istri, karena dipotong gaji walau sejuta tiap bulan, benar-benar membutuhkan kelapangan hati.
Rasa ragu sangat, berkeliaran di otak ini. Maklum yang tahu perekonomian keluarga hanya saya dan istri. Mengayomi tiga anak dengan gaji pas-pasan bahkan kurang, tentunya membutuhkan pemikiran yang super matang.
"Pak, mamah ikhlas aja gaji dipotong tiap bulan, mungkin ini kesempatan Bapak untuk mewujudkan cita-cita untuk berumroh. Bismillah aja pak, Allah akan membantu kita". Kalimat indah ini terlontar dari sang istri, dia merelakan haknya dipotong yang tentunya akan menjadi perjuangan seorang ibu rumah tangga untuk memangkas anggaran rumah tangga. Sementara keuangan kami hanya mengandalkan upah hasil kerja, tak punya sampingan lain. Hanya sekali-kali ada yang mampir ke lapak jualan online, yang memang tak digeluti dengan serius karena keterbatasan waktu untuk bekerja.
Keikhlasan hati seorang istri inilah yang membuat saya lebih yakin.
Sesaat bergeming, tiada kata yang terucap. Istriku yang kala itu membelakangi, seolah dia tak berani mengungkapkan kalimat tersebut. Tembok yang membisu menjadi saksi titik-titik air yang menggenangi sudut matanya. Kulingkarkan kedua tangan ini, memeluk dari belakang dengan maksud menguatkan hatinya. Ungkapan terimakasih yang keluar dari mulut ini, hanya dibumbui senyum bercampur kegetiran.
Kebulatan hati setelah mendapat izin istri, selanjutnya saya minta doa restu kedua orang tua. Umi dan abah tangisnya pecah di ujung telpon sana. Ungkapan doa dan tasyakur yang beliau lontarkan masih terngiang hingga sekarang. Mereka benar-benar menjadi penyemangat setiap saat,walaupun anaknya ini sudah menjadi orang tua. Namun kasih sayangnya tak pernah pudar. Bahkan aku beranggapan kalau kabar baik ini adalah ratapan orang tua dalam bisikan doa-doanya. Semoga kelak kami bisa berkumpul terus di Jannah-Nya.
Perusahaan tempat kami bekerja bernama KMO Indonesia. Sebuah perusahaan yang berangkat dari sebuah komunitas menulis yang digagas oleh Tendi Murti. Produk yang dihasilkan perusahaan ini berupa kelas menulis dan buku inspritaif. Buku-buku yang dihasilkan memiliki ghirah agar pembaca bisa mendapat inspirasi dan pelajaran berharga dalam kehidupannya. Baik buka Fiksi atau non fiksi.
Sebagai bagian yang bekerja di perusahaan ini, tentu banyak pelajaran yang dapat diambil. Terutama buku-buku yang diterbitkan oleh kami, isinya banyak membuka wawasan saya dalam mengarungi kehidupan ini. Saat itu buku yang diterbitkan belumlah banyak, maklum namanya juga penerbit pendatang baru.
"Diary Garputala" adalah buku terbaru kala itu, yang ditulis oleh Motivator Magnet Rezeki. Walaupun cita-cita saya untuk mengikuti "Camp Magnet Rezeki" belum kesampaian, namun buku ini dan yang sebelumnya yakni
"Rahasia Magnet Rezeki" semakin mengasah keterampilan saya dalam mengelola kata dan cara pandang yang lebih baik.
Maret 2019 Berangkat Umroh
Bulan maret ini menjadi bulan yang penuh kesibukan, di tengah-tengah sibuknya pengiriman buku terbaru terbitan penerbit kami, saya juga masih mengurus hal ikhwal untuk keberangkatan Umroh. Dimulai bikin pasport, vaksin meningitis, rekam biometrik bahkan ngurusin baju seragam untuk keberangkatan. Sadar tak bisa ditangani sendiri akhirnya untuk urusan yang bisa diwakilkan saya wakilkan ke orang lain.
Tibalah saatnya jadwal keberangkatan 17 maret 2019, merupakan hari yang sangat bersejarah dalam hidup saya. Pertama kalinya saya memandang hamparan awan yang mengarak bagaikan kapas. Birunya laut dan gugusan pulau kini terlihat nyata, bukan sekedar bisa dilihat di televisi.
Subhanallah...
Kaki ini serasa dimanja Allah dengan menapaki kota Madinah. Sebuah kota yang didalamnya penuh keberkahan dan di kota inilah tempat baginda nabi bersemayam.
Kurang lebih jam 9 malam waktu Arabia, kami menapakai kota Nabi ini.
Kemegahan masjid Nabawi yang bila orang melakukan kebaikan maka setara pahalanya dengan 1000 x lipat dibanding dengan beribadah di luar masjid nabawi kecuali masjidil haram.Menara setinggi 105 meter yang selama ini hanya bisa saya di lihat di kalender, hari ini malah terlihat jelas di depan mata.
|
Berekesempatan hadir dalam kajian Alquran dengan peserta dari berbagai negara |
Barokalloh... rasa haru teramat dalam melihat hilir mudiknya orang menyemut berharap ridho Allah. Sesaknya
Raudhah untuk berdoa agar diijabah tak pernah sepi pengunjung. Lantunan adzan dan imam masjid yang merdu menjelma menjadi kenangan yang tak akan terlupakan. Ingin rasanya berlama-lama di sini, namun waktu jua yang memaksaku untuk keluar kota ini dan berangkat ke Makkah Al-Mukarromah.
Tujuan utama ke Makkah adalah untuk melaksanakan ibadah Umroh. Ketika mengambil Miqot di Masjid Abyar Ali, pakaian ihrom sudah membalut tubuh ini. Getaran bahagia dan haru menyelimuti sekujur jiwa raga. Subhanallah.....
"Ya Rabb... Terimakasih Engkau telah mengumrohkan diriku....."
Sejenak saya menghitung ulang, tentang biaya yang dikeluarkan untuk mencapai ke Baitullah ini. Seperti telah saya ungkapkan diatas, kalau saya sempat tertipu untuk mengikuti investasi bodong yang berakibat uang tabungan umroh/haji saya raib. Penyetoran ke investor bodong itu dua kali penyetoran. Pertama saya setor 8.000.000 dan yang ke-2 adalah 3.000.000 totalnya adalah 11.000.000,-. Entah kebetulan atau bukan, ternyata perusahaan tempat saya bekerja, mensubsidi setoran umroh adalah sebesar 11.000.000. Wallahu'alam
Inilah sekelumit kisah perjalan saya dalam menggapai cita-cita untuk berumroh. Banyak halangan yang harus dijalani, kuncinya adalah sabar dan jangan letih untuk selalu berdo'a. Berkhusnudzon selalu kepada Allah, nikmati apa aja yang didapatkan di depan mata kita. Yakinlah bahwa yang ada di hadapan kita adalah anugerah terindah yang Allah berikan.
Jeddah, 25 Maret 2019