Suasana pagi yang dingin dengan hujan yang mulai mengguyur
bumi parahyangan, membuat orang-orang yang hendak bepergian mengurungkan niatnya. Padahal sebagian dari
mereka berharap kalau hari ini harus cerah karena akan menyambut datangnya
pergantian tahun 2016. Bahkan cerita pagi sepasang ibu yang ngobrol di depan
toko kami, mengeluhkan datangnya mendung di pagi hari ini. “ah payah.... hujan gini mah atuh, ga bakal jadi bakar jagung nya....” Dan ibu yang satu lagi langsung nimpalin, “iya nih, harus di sarang sepertinya”
hehe... maksud sarang ini bukan sarang tempat burung, tapi istilah yang
digunakan untuk menangkal turunnya hujan. Entah seperti apa saya sendiri tidak
tahu dan tidak mau tahu bagaimana cara menangkal hujan ini.
Kuping ini sarapan dengan kalimat
yang terlontar seperti itu melahirkan sebuah
lintasan kengerian dalam hati bahwa euforia
dalam menyambut tahun baru haruslah sedemikian adanya. Kejadian yang
berlangsung dari tahun ke tahun seperti jadi kewajiban. Harus ada bakar jagung,
pesta kembang api, makan dan kumpul-kumpul sama teman dan peristiwa umum yang terjadi dalam
menyambut suasana tahun baru. Sesuatu yang diidam-idamkan banyak orang dengan
nuansa pesta pora. Membuat orang larut dan terhanyut dalam luapan kebahagiaan.
Alasannya sangat klasik yakni dalam rangka menimati kejadian langka karena terjadi hanya setahun
sekali.
Dalam perputaran waktu ini seharusnya
yang jadi perenungan bagi orang yang berakal adalah meresapi betapa Allah Maha kuasa dan tertib dalam
mengatur pergerakan benda angkasa
sehingga tersusun rapi dalam hitungan. Semua beredar tanpa lelah dengan gerak
dan pola edar yang pasti dalam orbitya. Dan akhirnya membuat orang membuat
catatan penanggalan yang kita kenal dengan nama almanak atau kalender.
Bagi seorang muslim, pergantian
tahun ini harus dimaknai dengan perenungan-perenungan harian yang terakumulasi
dalam tahuanan. Sejatinya setiap hari kita mesti mengambil pelajaran dari
firman Alloh dalam QS.3(Ali-imron):190, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Alloh)
bagi orang yang berakal”
Kalau hal ini dicamkan setiap hari tentunya setiap tahun
kita akan lebih dewasa dalam menatap tahun berikutnya dan akan merasa dibimbing
langsung oleh Empunya waktu yakni Allah azza wajalla. Sehingga mampu
mengaktualisasikan diri dalam bersikap tidak tergantung pada momentum hari-hari
tertentu atau pada saat tahun baru saja.
Kalau
Alquran memandang waktu seperti itu, lantas
darimanakah kebiasaan yang serba hedonisme itu muncul ? Siapa sih yang pertamakali memasyarakatkan
pesta kembang api ? kenapa sih harus rela menunggu jam 00 dengan antusias
berkumpul di satu lapangan ? Haruskah remaja bergumul dalam party yang membuat
lupa dan terlena bahkan berapa gadis yang malam itu hilang virginitasnya demi sebuah perayaan
malam tahun baru ? Tentu hal ini sebuah pertanyaan yang harus dijawab para
orangtua agar mewaspadai putera-puterinya dalam memaknai tahun baru agar
putera-puterinya khususnya remaja tidak terjebak dengan hedonisme yang bermuara
pada pelabuhan syaithan.
Barangkali benarlah pula apa yang Baginda Rasul sabdakan,
Dari Abu Sa‘id Al Khudri,ia berkata:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا
جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ"
(البخارى)
"Sungguh kalian
akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal,sehasta
demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya
kalianpun akan masuk (mengikuti) ke dalamnya.Mereka (para sahabat) bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani.? Lalu beliau berkata, "Siapa
lagi kalau bukan mereka".(HR. Bukhari dan Muslim
Sungguh
sebenarnya waktu yang dilalui manusia itu hanya berkutat dalam tiga masa, yaitu
hari yang telah lampau, hari ini dan hari esok atau yang akan datang. Tahun 2015
adalah tahun lalu yang tak pernah kembali dan disanalah kita harus bermuhasabah
akan segala pencapaian yang kita raih. Sepatutnya pula kita yang akan
menentukan akan kebahagiaan di masa yang akan datang atau yang lebih jauh lagi
yaitu kebahagiaan di akhirat kelak.
Nampaknya
terlalu klise kalau awal tahun adalah saatnya untuk membuat planing agar semua
yang jadi harapan agar tercapai. Tetapi hal yang klise ini justru yang
sebenarnya harus ada di setiap pribadi agar menjalankan hari-hari ke depannya
lebih nampak dan komitmen dalam menjalaninya. Karena sebetulnya kehidupan di
masa datang adalah sesuatu yang semu, sesuatu yang tidak pasti karena kita
belum mencapai kesana. Karena hal itulah, agar tidak terjebak dengan alur yang
salah maka sepantasnya kita buat planing sebagus mungkin serta menjalankannya
dan tak lupa sertakan Alloh dalam menyusun planing tersebut.
Selain
menyusun planing tak lupa juga Evaluasi akan segala hal yang telah dilewati di
tahun-tahun berikutnya. Muhasabahlah diri sendiri sebelum orang lain
memuhasabah tentang kita. yang di evaluasi bukan serta merta bisnis saja tapi
soal ruhiyah kita semestinya di evaluasi. Bagaimana ibadah kita, bagaimana
hubungan kita dengan masyarakat ,bagaimana tilawah kita, apakah semua itu
dijalankan dengan baik atau bagaimana?
Bila perlu semua dicatat secara rinci agar bisa meningkatkan mutu kita
di mata Allah swt.
Tak
luput pula soal hubungan dengan keluarga harus jadi prioritas dalam
mengevaluasi dan memasukkan planing buat masa depan. Anak dan pasangan hidup
adalah insan-insan yang membutuhkan perhatian kita. Kalau selama ini orangtua
kurang meluangkan waktunya buat anak rubahlah di tahun 2016 agar lebih fokus ke
anak. Baginda Nabi telah mencontohkan walau dalam keadaan bagaimanapun, tapi
beliau selalu meluangkan waktunya buat anak. Banyak diantaranya hadist shahih yang menriwayatkan bahwa suatu ketika beliau
sampai merangkak main kuda-kudaan bersama anak-anak bahkan demi membahagiakan
istri sempat juga berlomba lari bersama. Dan ada saatnya juga beliau
bercengkrama dengan rakyat jelata.
Bermuhasabah
diri setiap saat setidaknya akan terus mengaudit diri setiap hari. Harta yang
berlimpah berupa umur yang diberikan Alloh sejatinya terus berkurang. Dan aset
umur yang diberikan Alloh ini merupakan modal awal yang seharusnya tidak boleh
bangkrut atau defisit. Tapi sebaliknya modal umur ini harus bertambah dalam
artian harus mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hal ini tentunya sulit
kalau kita tak pandai dalam mengevaluasi diri setiap hari.
Dalam
menghadapi pergantian tahun ini janganlah kita tergiring ke dalam jerat-jerat
satanic yang selalu mengelabui. Luapan-luapan kebahagiaan yang terjadi di
pergantian malam tahun baru semestinya dibarengi dengan refleksi akan pentingnya sebuah waktu. Bahwa umur yang ada bukanlah bertambah tapi
sebenarnya adalah pengurangan umur dari jatah yang diberikan Allah kepada
manusia. Maka camkan dalam diri, siapa tahu ini adalah malam terakhir yang kita
reguk di dunia ini.
Mengevaluasi diri tak seharusnya pula
kumpul-kumpul di masjid dan melakukan amalan-amalan sunah lainnya. Karena
melakukan hal kebaikan seperti inipun merupakan tindakan salah kaprah, karena
sepanjang saya belajar tentang saat mustajab tidak pernah ditemukan anjuran
seperti ini. Wallohu’alam. Pembaca tentunya lebih faham saat mana saja yang
termasuk saat ijabah. Cukuplah menghisab diri dengan berdiam diri dan
istirahat, dan diatas sudah saya jelaskan bahwa muhasabah haruslah dilakukan
setiap saat.
Akhirulkalam,
semoga hari-hari anda diberkahi Allah subhanahu wata’ala .
Bandung, 31 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar