Penayangan bulan lalu

Senin, 20 Februari 2017

Berapa Umur Saya ?


Melihat masa depan....


Ada hari yang dirasa  sangat spesial bagi kebanyakan orang. Apalagi kalau  Bukan hari ulang tahun. Jari jemari menghitung mundur, seraya membayangkan masa lalu yang terlewatkan. Saat-saat kecil, remaja ataupun yang baru saja berlalu yakni pernikahan. Atau bisa jadi mentafakuri bagaimana ibu dengan susah payah dan penuh perjuangan melahirkan kita.



Keceriaan semasa kanak-kanak dengan dirayakan hari jadi sama orangtuanya, merupakan kebahagiaan yang tak terlupakan. Itu barangkali yang dirasakan oleh orang yang mengalaminya. Sementara penulis sendiri, seumur-umur tak pernah diperingati apalagi dirayakan oleh orangtua tercinta. Apakah saya marah ? "TIDAK", karena saya tak peduli dengan berapa umur saat itu atau dengan hadiah-hadiah yang akan diterima seorang anak yang merayakan ulang tahun.


Barulah menginjak remaja, saya mendapatkan kejutan dari kawan sebaya. Dan itu sepertinya sebuah sensasi milad yang saya rasakan. "Byurrrrrrr....." seember air membasahi raga ini, basah kuyup pakaian yang melekat, dibarengi suara ngakak segerombolan teman-teman. Kaget bukan kepalang, hati terasa dongkol karena candaan teman sudah kelewatan. Barulah merasa ngeuh, kalau katanya hari tersebut adalah hari ulang tahun.


Banyak cara yang dilakukan masyarakat dalam melewati hari kelahiran ini. Ada yang kumpul sama teman sejawat dengan berbakso ria, tapi ada pula orangtua yang hingga berjuta-juta membudgeting hanya kepuasan semata merayakan ultah puterinya. Padahal siapa tahu anaknya tak menginginkannya. Gaya hedonis seperti inilah yang sebenarnya sangat terlarang.


Secara pribadi saya tak akan membahas ini budaya siapa dan sudut pandang agama seperti apa. Hanya mengingatkan pembaca bahwa umur hakikatnya berkurang. Hitungan nominal  semakin bertambah, padahal sejatinya manusia makin mendekati episode azal yang tentunya akan menjemput semua insan.


Kefanaan bak patamorgana ini semua akan berakhir di pintu barzah. Di pintu itulah kala segala amal menjadi sia - sia. Karena alam kubur bagaikan taman yang memiliki dua sisi yang berbeda. Dia berubah menjadi taman surga bagi orang yang beramal baik. Dan akan menjadi taman neraka bagi sang pendosa.


Hemmmm.... di hari ulang tahun ini, akhirnya panah pertanyaan melesat dari busur kegalauan, "Berapa umur saya?"  Mau diapakan sisa usia yang penuh nikmat ini ? Kukuliti ruh dalam hening penuh harap, agar dosa yang lampau termaafkan. Dan dalam hati yang penuh rasa syukur, ada asa agar berubah menjadi lebih baik.

(Bandung,20 pebruari 2017)

Jumat, 10 Februari 2017

Yuk Konsisten Menulis





"Jika kamu bukan anak raja, dan kamu bukan anak ulama besar, maka jadilah Penulis"

Ungkapan Al-Ghazali ini sangat terkenal di kalangan penulis. Dan menjadi motivator agar lebih semangat dalam menulis. Karena menulis bisa membuat seseorang dikenal, dikenang, dan memberi manfaat bagi banyak orang, yang tentunya menjadi amal jariah.


Apakah seorang ulama besar seperti Al Ghazali yang sehari-harinya berdakwah, menyibukan diri dengan masyarakat, memiliki waktu banyak untuk menulis?


Tentu kalaulah Al Ghazali ini tidak menyempatkan diri untuk menulis, maka tidak akan ada karya besar yang ditulisnya. Dan ternyata kuncinya adalah konsisten dalam menulis. Semua penulis dunia yang telah mengikhlaskan diri sebagai penulis,  dia akan menyediakan waktu untuk mengispirasi lewat tulisannya.



"Tapi kan saya sibuk, tak ada celah waktu untuk menuangkan ide ke dalam bentuk naskah?"  Hal ini banyak ditemui, terutama bagi penulis pemula, atau yang menjadikan menulis hanya sebagai pengisi waktu senggang saja. Padahal potensi yang dimiliki dalam berkarya sangat besar. Sayang sekali tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin.


Dalam kesibukan sehari-hari tentunya kita memiliki celah waktu yang bisa kita gunakan untuk menulis. Mungkin di pagi hari kita sempatkan diri selama 30 menit atau sekedar menulis beberapa paragraf.  Kenapa saya memberi contoh di pagi hari ? Karena pagi hari, pikiran kita masih fresh belum terkontaminasi dan belum terinterupsi apapun. Sebenarnya hal ini dapat disesuaikan dengan kebiasaan masing-masing. Di beberapa penulis, ada yang terbiasa menjelang tidur saat tepat berkarya. Ada juga yang menyempatkan waktu setelah shalat malam. Yang penting konsisten dalam menulis.


Ide yang bertebaran sayang sekali bila dilewatkan begitu saja. Maka sudah menjadi kebiasaan para penulis untuk memiliki buku khusus yang kemana-mana selalu dibawa. Sebagai sarana orat-oret agar ide tidak hilang begitu saja.


Beruntung kita berada di zaman sekarang yang semua serba sangat mudah. Untuk mencari tambahan bahan tinggal browsing, untuk menyimpan tulisan tinggal dicatat di Note. Bahkan untuk membuat outline dengan mind map, sekarang tinggal download aplikasinya. Saya sendiri kalau tak sempat nulis tinggal gunakan saja fitur "Voice recognition" sehingga dengan berbicara saja, maka gadget mengubahnya jadi tulisan. Simple kan ?

Nah, tunggu apa lagi, buatlah plan kapan anda menulis dan tepati apa yang kita rencanakan. Tak peduli sebentar atau lamanya waktu untuk menulis, tapi konsistenkan bahwa menulis merupakan pekerjaan kita.