Penayangan bulan lalu

Sabtu, 26 Desember 2020

Syahdunya Subuh di Kampung Palutungan Kuningan

 



Perjalanan ke desa ini kudu ekstra hati-hati.

Dibarengi hujan dan gelapnya malam, membuat jalan begitu pekat, karena hanya 5-10 meter saja jarak pandang penuh kabut.

Kang Ade Kurniawan, Ceo KMO Indonesia, yang menjalankan mobil kala itu, sesekali bergumam menyebut Asma-Nya.

Gimana tidak?

Jalanan yang berkelok, landai, kabut tebal dibarengi hujan, sehingga kalau kurang konsentrasi alamat terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

 

 

Berrrr…… Dingin sekali…

Maklum saja Kawasan yang merupakan desa Cisantana, kecamatan Cigugur kabupaten Kuningan ini berada di 1100 DPL (Di atas Permukaan Laut).

Memasuki kawasan ini, kesejukannya begitu terasa. Hawa dingin dan airnya bagai air es ini membuat sebagian besar ber-22 rombongan kami tak berani mandi malam-malam. Padahal seharian sebelumnya kami baru saja melakukan meeting akhir tahun 2020.

 

 

Saya sendiri memberanikan membasuh badan ini sekitar jam 03.00.

Tinggal di Home Stay banyakan kaya gini,sudah dipastikan ngantri di kamar mandi. Itulah alasan mandi lebih pagi.

 

 

Nyesss…. air dingin serasa menusuk hingga ke tulang belulang.

Mungkin inilah sensasinya, sehingga bisa merasakan bagaimana dinginnya mandi di kampung teratas, yang merupakan kaki Gunung Ceremai.

 

 

Pemandangan menakjubkan bagi saya, ketika adzan Shubuh berkumandang.

Ah… bener-bener terasa tantangannya.

Langkah kaki ini harus rela, ditemani hawa dingin yang begitu menggigit kulit.

Sebuah masjid besar yang mungkin bisa menampung dua ribuan jamaah berdiri kokoh tak jauh dari tempat kami menginap.

 

 

Hati saya berpikir, “Gede amat ini masjid, padahal Cuma sekelas masjid kampung”.

Ternyata, pikiran saya dipatahkan dengan banyaknya masyarakat berbondong-bondong mendatangi rumah Allah ini. Bapak-bapak mengajak anak lelakinya,dan ada beberapa jamaah perempuan yang ikut shalat di belakang.

 

 

Saya kira, paling Cuma 10 atau 20 orang kalau sholat shubuh begini mah, apa lagi Palutungan kan kampung. Sehingga masyarakatnya tak sepadat kalau di kota.

Lagi-lagi obrolan dalam hati ini sirna ketika jama’ah mendekati iqomah malah berjumlah makin banyak.

Saya hitung satu shaf ada 60 orang, yang ikut sholat ada 3 shaf ditambah jamaah perempuan 1 shaf.

 

Luar biasa kebiasaan di kampung ini, tentu membuat saya bertanya-tanya dibawah kendali siapa sehingga ketaa’atan warganya begitu kuat dalam melaksanakan beragama.

Apakah karena ketokohan sang Kiyai atau seseorang yang pandai menggaet hati jamaah sehingga mau berbondong-bondong datang shalat berjama’ah.

Ini sholat shubuh, entahlah mungkin kalau maghrib akan lebih banyak lagi.

Kemegahan bangunan masjid sebanding dengan indahnya lantunan sang imam yang begitu lantang dan memikat hati. Mungkin karena hari jum’at atau memang tiap shubuh, warganya setelah berwirid lalu membaca QS Yasin berjamaah dengan lantunan yang tartil. Tak ada kesan terburu-buru dalam membacanya, tapi begitu menikmatinya.

Dari pengalaman ini, sepertinya saya tertantang ingin kembali lagi ke masjid ini. Insya Allah.

______

Oia, sebagai tambahan info bahwa dibalik keta'atan beragama di desa Cisantana ini, ada tempat wisata kaum Nasrani loh, yakni Goa Fatima Sawer Rahmat yang dibangun 38 tahun yang lalu.

 

 

Hal ini tak heran, karena kec Cigugur merupakan pusat penyebaran agama Kristen di Jawa Barat selain Kec. Cikembar di kabupaten Sukabumi.

#JalanJalanBersamaKmo

#MajulahTerusKmoIndonesia