Perjalanan ke desa ini kudu ekstra hati-hati.
Dibarengi hujan dan gelapnya malam, membuat jalan begitu pekat, karena hanya
5-10 meter saja jarak pandang penuh kabut.
Kang Ade Kurniawan, Ceo KMO
Indonesia, yang menjalankan mobil kala itu, sesekali bergumam
menyebut Asma-Nya.
Gimana tidak?
Jalanan yang berkelok, landai, kabut tebal dibarengi hujan, sehingga kalau
kurang konsentrasi alamat terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Berrrr…… Dingin sekali…
Maklum saja Kawasan yang merupakan desa Cisantana, kecamatan Cigugur kabupaten Kuningan ini
berada di 1100 DPL (Di atas Permukaan Laut).
Memasuki kawasan ini, kesejukannya begitu terasa. Hawa dingin dan airnya
bagai air es ini membuat sebagian besar ber-22 rombongan kami tak berani mandi malam-malam. Padahal seharian sebelumnya kami
baru saja melakukan meeting akhir tahun 2020.
Saya sendiri memberanikan membasuh badan ini sekitar jam 03.00.
Tinggal di Home Stay banyakan kaya gini,sudah dipastikan ngantri di kamar
mandi. Itulah alasan mandi lebih pagi.
Nyesss…. air dingin serasa menusuk hingga ke tulang belulang.
Mungkin inilah sensasinya, sehingga bisa merasakan bagaimana dinginnya
mandi di kampung teratas, yang merupakan kaki Gunung Ceremai.
Pemandangan menakjubkan bagi saya, ketika adzan Shubuh berkumandang.
Ah… bener-bener terasa tantangannya.
Langkah kaki ini harus rela, ditemani hawa dingin yang begitu menggigit
kulit.
Sebuah masjid besar yang mungkin bisa menampung dua ribuan jamaah berdiri
kokoh tak jauh dari tempat kami menginap.
Hati saya berpikir, “Gede amat ini masjid, padahal Cuma sekelas masjid
kampung”.
Ternyata, pikiran saya dipatahkan dengan banyaknya masyarakat
berbondong-bondong mendatangi rumah Allah ini. Bapak-bapak mengajak anak
lelakinya,dan ada beberapa jamaah perempuan yang ikut shalat di belakang.
Saya kira, paling Cuma 10 atau 20 orang kalau sholat shubuh begini mah, apa
lagi Palutungan kan kampung. Sehingga masyarakatnya tak sepadat kalau di kota.
Lagi-lagi obrolan dalam hati ini sirna ketika jama’ah mendekati iqomah
malah berjumlah makin banyak.
Saya hitung satu shaf ada 60 orang, yang ikut sholat ada 3 shaf ditambah
jamaah perempuan 1 shaf.
Luar biasa kebiasaan di kampung ini, tentu membuat saya bertanya-tanya
dibawah kendali siapa sehingga ketaa’atan warganya begitu kuat dalam melaksanakan
beragama.
Apakah karena ketokohan sang Kiyai atau seseorang yang pandai menggaet hati
jamaah sehingga mau berbondong-bondong datang shalat berjama’ah.
Ini sholat shubuh, entahlah mungkin kalau maghrib akan lebih banyak lagi.
Kemegahan bangunan masjid sebanding dengan indahnya lantunan sang imam yang
begitu lantang dan memikat hati. Mungkin karena hari jum’at atau memang tiap
shubuh, warganya setelah berwirid lalu membaca QS Yasin berjamaah dengan
lantunan yang tartil. Tak ada kesan terburu-buru dalam membacanya, tapi begitu
menikmatinya.
Dari pengalaman ini, sepertinya saya tertantang ingin kembali lagi ke
masjid ini. Insya Allah.
______
Oia, sebagai tambahan info bahwa dibalik keta'atan beragama di desa
Cisantana ini, ada tempat wisata kaum Nasrani loh, yakni Goa Fatima Sawer
Rahmat yang dibangun 38 tahun yang lalu.
Hal ini tak heran, karena kec Cigugur merupakan pusat penyebaran agama Kristen
di Jawa Barat selain Kec. Cikembar di kabupaten Sukabumi.