Penayangan bulan lalu

Sabtu, 07 Mei 2016

AMUBA KASIH SAYANG

       Ibu tua itu masih memegang erat Handphone di tangannya. Tatapannya kosong selepas mendapat telephone dari Nenti anak ke tiganya. Masih dalam kebingungan sangat, diraihnya gelas yang berisi air zam-zam pemberian Bu ustadzah Yani yang baru kemarin pulang umroh. Sekelebat pikirannya menerawang akan nikmatnya melaksanakan ibadah Umroh atau Haji, yang sampai usianya merangkak ke kepala tujuh, tapi belum juga  terkabulkan cita-citanya itu. Pundi-pundi rupiah yang dikumpulkannya selalu terkuras sirna karena biaya pendidikan anaknya yang berjumlah enam.
      Laksana meyakinkan diri dengan zamzam yang barokah ini,  dapat membantu menghilangkan gundah gulana yang bu Sum rasakan. Diteguknya perlahan hingga membasahi kerongkongannya. Benaknya melayang dengan kisah suci bunda Hajar dan Nabi Ismail kecil. Tatkala berjuang mencari air kehidupan dengan aneka tipu muslihat azazil laknatulloh.
      Tangan kirinya yang sedari tadi masih memegang handphone, tiba-tiba memecahkan kegalauan yang menghantui pikiran Ibu Sumiati ini. Dering alat komunikasi itu ditatapnya penuh kengerian. Sepintas terlihat nama "Ilham" yang menghiasi layar ponsel jadulnya tersebut. Ilham adalah adiknya Nenti yang beberapa saat lampau menghubunginya.
Diletakkannya gelas yang masih menyisakan air zam-zam itu, lalu dipindahkannya handphone ke tangan kanannya sambil menerima panggilan.
"Assalamualaikum,Ham"
"Waalaikum salam umi" diseberang sana Ilham menjawab salam ibunya. "Umi, gimana sudah ada keputusan? Umi mau pilih hadir di acara selamatan bayi si Teteh, atau mau menghadiri wisuda aku?" Ilham mempreteli ibunya dengan pertanyaan yang sulit dijawab ibunya.
"Kenapa umi diam saja ?
Masa acara selamatan bayi saja harus umi yang report? Wisuda aku lebih penting umi, momen yang sangat istimewa dalam kehidupanku" Suara Ilham di luar kota sana, mengharap penuh sangat.
        "Insyaallah Ham, mudah-mudahan umi bisa hadir dua-duanya" suaranya melemah tak pasti. Lalu,"walaupun sebenarnya umi tak tahu apakah hal ini bisa dilakukan atau tidak?"
Ilham diujung sana mengernyit sambil membayangkan bagaimana kondisi ibunya yang selalu ngedrop pasca terkena Stroke dua tahun silam.
"Sebenarnya aku mengerti akan kondisi phisik Umi. Tapi aku merasa kehadiran umi sangat diharapkan. Aku ingin berbagi kebahagiaan kepada umi akan jerih payahku selama ini. Jadi aku mohon agar umi bisa hadir di acara wisuda nanti".
"Tapi bagaimana dengan kakakmu? Nenti juga mengharapkan sekali umi hadir di acara selamatan bayinya" Timbal bu Sum seolah mengharap agar Ilham mau mengalah.
"Umi, aku tuh sudah bosan harus mengalah terus" Ilham menimpali dengan nada ketus. "Aku tuh suka dibeda-bedain dalam hal apapun juga, ga kaya ke anak umi yang lain" Sambung Ilham seraya menyeka air mata kecemburuan.
       Ilham masih ingat, ketika Yusuf kakaknya ke-2 menikah, keluarga besar bu Sum tumpah ruah mengantarkan arak-arakan pernikahannya. Tapi Ilham tak ikut serta, malah harus bersabar menunggu rumah. Begitupun ketika adiknya Andri wisuda, bu Sum dan keluarga juga menghadirinya.
Sambil menahan geram ilham melanjutkan pembicaraan dengan ibunya, "Pokoknya kalau umi tak datang, itu mah udah kebangetan"
Jawaban Ilham membuat bu Sum terperangah, dan dengan sifat keibuannya bu Sum berusaha tenang dengan sekali-kali membetulkan kerudung kaosnya hadiah dari Riri sang puteri  bungsu.
"Ilham, tak usah bicara seperti itu sholeh. Umi tak pernah membeda-bedakan antara kamu dengan saudara yang lain. Tapi untuk yang satu ini, tolonglah mengerti posisi umi. Apalagi Ilham tahu sendiri, kesehatan umi tak sesehat dulu. Mendingan berdoa aja ya kasep, semoga semua terbaik menurut Allah"
       "Ga tahu lah umi, aku sudah nebak, pasti kalimat itu yang akan keluar dari mulut umi. Assalamualaikum....." Ilham menutup pembicaraan dengan ibunya.
"Ham..... Ham.... Ham..... " Bu Sum setengah teriak memanggil sang anak yang sudah menutup Telephonnya.
"Walaykumussalam"
@@@
"Ddddduarrrrr......." Tiba-tiba suara Abah mengagetkan Bu Sum hingga Hapenya ikut terlempar beberapa depa.
"Si Abah apa-apaan sih.... Jantung Umi mau copot nih..... Duasar si Abah .... heueu......hh" Bu Sum yang tadinya kaget jadi ketawa-ketiwi setelah tahu suara tadi kelakuan Abah suaminya. Pernikahan mereka sebetulnya tidak ideal kalau disandarkan pada standar pernikahan. Waktu menikah bu Sum baru berangkat akil baligh yaitu 14 tahun. Maklum pada saat dulu di kampung bu Sum sudah terbiasa menikah muda. Bahkan kalau usia 17 tahun belum berjodoh status "Perawan Tua" harus rela menempel di dirinya.
Sementara abah sudah jadi duda dengan dua anak dari pernikahan sebelumnya. Bu Sum mau saja dijodohkan sama abah waktu itu. Karena dia sadar hidup yatim semenjak bayi merah tiga bulan. Sementara ayahnya meninggalkannya dan lebih memilih tinggal bersama istri barunya. Makanya ketika saudara-saudaranya berembug untuk dinikahkan dengan seorang duda, bu Sum nerimo saja. Karena dengan menikah berarti sedikitnya bisa meringankan beban pamannya.
          Dari arah pintu dapur Abah tertawa lepas saking senengnya habis ngerjain istrinya hingga terkaget-kaget. "Lagian umi kayak mikirin negara aja, hulang-huleung bae" kata Abah sambil menghampiri bu Sum yang masih nepuk-nepuk dada. "Jangan terlalu mendalam, kalau nanti penyakit umi  kambuh lagi gimana?"
"Amit-amit atuh abah"
Bu Sum bilang demikian sambil menggerakkan tubuh bagian atas sebagai isyarat  tak sudi kalau ngalamin stroke lagi.
"Makanya biasa aja tak perlu panik, kita orangtua mah ga usah mikir yang berat-berat" Abah mulai bicara serius.
"Bah, ga bingung gimana coba, Nenti mau dihadiri sama Umi. Ilham juga sama, di hari yang sama dengan tempat yang berjauhan. Mendingan kalau masih di Sukabumi, ini mah Sukabumi sama Bandung" Sambung bu Sum sambil mengkibas-kibaskan tangannya ke kursi buat abah duduk. Abah menghampiri bu Sum sementara matanya tertuju akan handphone yang tergeletak di meja yang kelihatannya ada satu call lagi. "Hp bunyi tuh Umi"
"Haduh.... sama Abah atuh angkat"
Umi mengharap
"Enggak ah, takut salah pijit hehehe..." Selama ini suami bu Sum ini memang tak mau tahu dengan yang namanya Ponsel. Boro-boro ngetik sms, nerima panggilan saja selalu salah. Maksud terima panggilan malah jadi ngeRiject. Sudah berkali-kali diajarin sama anak-anaknya tapi tetap saja ga ngerti-ngerti.
      Bu Sum meraih handphonenya dan mencoba memusatkan pikiran. Tapi tetap saja jalan pikirannya buyar karena bingung tak berujung. Sementara Nenti yang nelphone di ujung sana, menanti dengan penuh harap agar panggilannya bersambut. Panggilan pertama tak ada respon, Bu Sum masih ragu karena ada perang bathin yang berkecamuk dalam dadanya. Antara tak kuasa menolak dan tak mungkin juga menghadiri acara dua-duanya  apalagi dengan tempat yang berjauhan.
       "Ada apa lagi Nenti?"
Bu Sum mulai membuka percakapan.
"Aku cuma mau mastiin saja. Bahwa pas acara nanti Umi jadi datang kan?"
"Nenti, jangan terlalu mendikte umi seperti itu. Justru hal ini membuat umi semakin bingung." Bu Sum bicara rada lantang dibanding waktu nelpon pertama tadi. Jari telunjuknya ikut diacung-acung seolah ngobrol berhadap-hadapan. Lalu katanya lagi,"Andaikan manusia bisa menyerupai Amuba yang pandai membelah diri. Mungkin sudah umi lakukan"
"Jadi maunya umi gimana?"
"Umi mau datang sehari sebelum acara saja. Biar pas hari H umi bisa ngikutin acara di wisuda adikmu"
"Ya udah lebih baik ga usah datang umi, percuma datang kesini sebelum acara mah" Nenti seolah meluapkan kekecewaannya.
       Bu Sum tambah gamang karena dalam hatinya sama sekali tidak bermaksud membedakan antara anak satu dengan yang lainnya. Segala perhatian, selalu ditumpahkan sama rata. Bahkan terkadang dia suka menutupi hal yang bisa membuat konflik antar anak-anaknya.
       Di hari H yang ditunggu-tunggu Ilham sudah mempersiapkan diri lebih awal. Dia juga tahu kalau yang pasti hadir di acara wisudanya adalah Abah dan Riri adiknya. Sementara ibunya masih belum ada jawaban. Padahal Ilham sangat mengharapkan kehadiran ibunya. Tapi dia sadar juga, karena memaksa orangtua untuk hadir dan akan terjadi jurang pemisah antara diri dan saudaranya maka kehadiran ibunya adalah malapetaka. Apalagi semalam dia selalu membayangkan wajah ibunya dan masih tergambar jelas bagaimana dua tahun lalu perjuangan bu Sum dalam melawan penyakit strokenya.
"Astaghfirullohaladzim" Desis Ilham sambil dilihatnya video umi di handphonenya yang sedang melakukan terapi jalan di salah satu terapis di sudut kota Sukabumi.
Lalu dibukanya menu phonebook untuk menelpon Nenti kakaknya.
"Teh, Umi sehat-sehat saja kan?"
"Sehat ? Koq nanya teteh?"
"Lho... bukannya Umi di rumah teh Nenti?
"Ga ada, malah teteh dari tadi mondar-mandir nanyain ke bagian penerima tamu, kalau-kalau umi datang"
Nenti dan Ilham mulai risau dengan kenyataan ini. Apa yang sebetulnya terjadi ? Pikiran mereka berbaur dengan rasa bersalah. Dan merasa khawatir kalau terjadi apa-apa dengan bu Sum.
       Dengan menenteng kantong bekas belanja sebuah Supermarket, bu Sum pamit ke tetangganya dan menitipkan.kunci rumah. Ketika tetangganya nanya mau kemana, bu Sum cuma bilang mau keluar sebentar. Wajahnya tergurat sebuah keyakinan bahwa dengan rencana yang dia buat, maka permasalahan bisa sedikit teratasi. Dia rela naik angkot sampai tiga kali untuk meluluskan tujuannya. Tempat yang dituju bukan ke Nenti yang masih satu kota, ataupun Terminal dalam provinsi  yang dapat menghantarkannya ke tempat Ilham. Yang dituju adalah sebuah rumah impian "PANTI JOMPO"


oleh : Tiesna Abu Qoila

8 komentar:

  1. Lah kok ke panti asuhan? Anak sama abah ditinggalin aja gitu?

    BalasHapus
  2. PANTI JOMPO hehehe. Bukan PANTI asuhan

    BalasHapus
  3. tidak memilih kedua duanya permintaan anak...siip kang tiesna,,..bikin sambungannya

    BalasHapus
  4. tidak memilih kedua duanya permintaan anak...siip kang tiesna,,..bikin sambungannya

    BalasHapus
  5. Nah, pertanyaan yang sama, kok malah ke panyi jompo? Hehe... padahal udah berhasil bertanya-tanya endingnya gimana..bagus bangun alurnya.. sedikit typo dan eyd yg kurang pas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya saya bingung di endingnya, ada beberapa pilihan waktu bikin itu cerita. Bu sum mati, bu Sum kambuh strokenya.

      Typo dan Eyd ?

      Hapus